HUSAINI belum bisa memejamkan mata. Padahal jam sudah menunjukan pukul 02.00 WIB dini hari.
Suara jangkrik serta kodok terdengar saling bersahutan dari kejauhan. Gelap malam seakan menyelimuti mereka. Dia bahkan tak bisa melihat tangannya sendiri.
Hanya ada satu titik cahaya yang terlihat di dekat ayunan milik Mualim. Cahaya itu berasal dari lampu senter milik sang panglima. Sedangkan ayunan, biasa digunakan sebagai tempat tidur selama mereka di hutan layaknya milik tentara.
“Mualim ternyata belum tidur,” gumam Husaini.
Dari arah cahaya senter, terlihat tangan Mualim sedang memegang selembar foto. Namun tak terlihat ekpresi wajah sang panglima saat melihat foto tadi.
Husaini tak berani bertanya. Dia pura-pura tak melihat dan bergegas tidur. Husaini mencoba meluruskan kaki. Namun karena tak hati-hati membuat ayunan miliknya bergoyang.
“Kau belum tidur, Batee?” ujar sang panglima tiba-tiba. Husaini yang sadar dirinya disebut jadi terdiam. Husaini takut kalau dianggap diam-diam mengamati Mualim.
“Belum, Mualim. Tak bisa tidur,” ujar Husaini.
“Kalau begitu kau kesinilah. Aku tak bisa melihat wajahmu,” ujar Mualim lagi sambil menyorot lampu senter ke wajahnya.
Mata Husaini silau. Namun dia mencoba tersenyum. Husaini kemudian turun dari ayunannya dan merapat dengan ayunan tidur milik Mualim.
“Ini foto istriku, Ana. Dia baru melahirkan anak kami yang kedua,” ujar Mualim sambil memperlihatkan wajah seorang wanita dengan seorang bayi dan bocah.
“Lucu. Semoga panjang umur panglima,” ujar Husaini.
“Ya. Aku belum bertemu dengan bayiku sejak ia lahir. Aku belum bertemu dengan mereka sejak beberapa bulan terakhir. Aku kangen,” ujar Mualim lagi dengan nada berat.
Husaini tak berani menanggapi. Dia terdiam.
“Semoga tuhan menjaga mereka,” kata Mualim.
“Ya. Semoga mereka baik-baik saja. Kalau Mualim ingin turun dan bertemu dengan mereka, kami siap memberi pengawalan mereka. Kami siap walaupun nyawa menjadi taruhannya,” kata Husaini.
Mualim terdiam. Dia seperti sedang berpikir.
“Jangan. Aku tak mau karena kepentingan pribadi membuat kalian repot,” ujar Mualim.
“Akan terlalu banyak resiko kalau kita turun. Lain halnya kita turun untuk kepentingan perang,” ujar Mualim lagi.
Husaini mengerti dengan pikiran Mualim. Tentu akan terjadi perang besar jika pasukannya harus mengawal Mualim bertemu dengan keluarganya. Ini karena sosok yang dikawal merupakan orang yang paling dicari di Aceh.
“Baiklah, kau bisa kembali tidur,” ujar Mualim sambil mematikan lampu senter. Husaini mengangguk. Dia segera kembali keayunan miliknya dalam keadaan gelap. Jarak antara tempat tidur Mualim dengan dirinya hanya sekitar tiga meter.
Ayunan miliknya diikat pada batang pohon. Hanya sekitar setengah meter dari tanah. Ini karena mereka yakin tak ada patroli TNI yang bisa menembus penjagaan pasukan nanggroe.
Diam-diam, Husaini semakin kagum dengan sosok panglima tertingginya itu. Sekilas Husaini juga memperoleh informasi bahwa istri dan anak Mualim menyembunyikan indetitas di tengah-tengah masyarakat. Ana bahkan mengaku bahwa suaminya sudah meninggal. Ini agar TNI dan masyarakat tak curiga kepada mereka.
“Semoga perjuangan ini tidak sia-sia. Sudah banyak pengorbanan dari setiap istri dan keluarga,” gumamnya dalam hati.
Magrib tadi, Husaini juga baru saja mendapat peunutoh dari Teungku Darwis. Peunutoh ini tentu saja berasal dari Mualim. Intinya, seluruh sipil GAM yang terdesak diperbolehkan atau diizinkan turun bersama masyarakat untuk berlindung.
Demikian juga dengan tentara GAM yang sakit dan tak bersenjata. Mereka diizinkan keluar markas. Mayoritas keluar menuju Malaya. Ada juga yang menyebar seluruh Indonesia.
Keputusan ini tentu saja mengakibatkan migrasi besar-besaran para sipil GAM ke luar daerah. Yang tersisa hanyalah tentara nanggroe yang masih sehat.
“Kita akan bertahan dengan jumlah tentara yang tersisa. Kamu harus siap,” ujar Teungku Darwis kala itu melalui handphone.
Kabar ini tentu merupakan pikiran matang dari seorang panglima.
Dengan tidak adanya sipil bersama tentara, maka perang akan lebih muda. Dirinya berharap agar cita-cita perjuangan ini bisa segera terwujub. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca Juga :
Discussion about this post