Dua pekan usai pengirim obat-obatan, Muti secara tak sengaja memperoleh informasi mengenai Musa. Ya, sosok yang pernah menghubunginya beberapa waktu lalu.
Informasi ini diperoleh dari rekan sekantornya di Koalisi NGO HAM Lhokseumawe serta pernah berkunjung ke Kantor Wilayah Samudera Pase, di Alue Dua, Nisam.
"Dia itu Sekretaris Wilayah Samudera Pase. Masih muda. Aktivis mahasiswa UGM yang pulang untuk bergabung dengan GAM," ujar Bram di sela-sela istirahat kantor.
Muti bertanya soal Musa kepada Bram karena sosok itu dianggap memiliki jaringan kuat dengan GAM.
Berhembus kabar di kantor, bahwa Bram merupakan kaki tangan Dasuki, penghubung GAM di Pase. Bram juga lah orang yang selalu diminta bantu oleh Dasuki saat ada kiriman senjata dan peluru.
Bram menyembunyikan statusnya sebagai penghubung dengan bekerja di Koalisi NGO HAM Lhokseumawe. Di sisi lain, dia juga sebagai aktivis SIRA. Sentral Informasi Referendum Aceh. Organisasi yang mendapat dukungan penuh dari Tentara Nanggroe.
Selama konflik, hanya ada kekuatan besar di Aceh. GAM atau RI. TNA atau TNI. Masing masing kekuatan memiliki struktur yang sangat kuat hingga akar rumput.
Sedangkan elemen sipil di Aceh harus memilih untuk bergabung bergabung dengan salah satu kelompok tadi guna bertahan hidup. Menjadi bagian dari GAM, berarti harus siap berhadapan dengan TNI. Demikian sebaliknya.
Misalnya, bagi TNI adalah mata-mata. Sedangkan bagi GAM adalah cuak.
Elemen sipil yang bermain dua kaki justru mendapat tantangan yang lebih berat. Mereka akan dicari oleh GAM dan TNI sekaligus.
Nah, Bram sendiri memilih berada di sisi GAM. Demikian juga dengan Muti.
"Kenapa kau bertanya soal Musa?" tanya Bram pada Muti penasaran.
Diam-diam, Bram sendiri, sebenarnya memiliki hati ke wanita cantik itu. Bagi Bram, sosok wanita seperti Muti sangat langka. Tripikal Cut Nyak Dhien modern.
Muti aktif turun ke tengah tengah masyarakat untuk mendata kasus kekerasan bersenjata. Gadis itu tak mudah diteror serta tak mundur ketika harus berhadapan dengan senjata di lapangan.
Muti juga tegas serta terbuka. Namun juga santun serta menghormati orang tua. Taat beribadah. Muti mudah akrab dengan siapapun orang yang ditemuinya. Ya, tripikal wanita Aceh pada umumnya.
Bagi Bram, Muti merupakan sosok calon istri sempurna. Namun tak mudah menaklukan hati gadis itu.
"Kenapa kau bertanya soal Musa, Muti?" tanya Bram lagi. Sedangkan Muti hanya tersenyum.
"Ada deh," ujar Muti sambil berlalu dari meja kerja Bram.
Muti menuju dapur untuk membuat kopi. Entah kenapa, sosok Musa, pria yang menelponnya beberapa waktu lalu, selalu terlintas di benaknya.
Semakin mengetahui sepak terjang dan masa lalu Musa, semakin membuat Muti kagum.
Ya, hanya sedikit anak Aceh yang mau meninggalkan kampus dan memegang senjata untuk membela kedaulatan daerahnya.
Ya, sangat sedikit pria terpelajar mau kelaparan serta bergerilya di hutan. Kebanyakan, para mahasiswa Aceh di luar hanya bisa berkoar koar soal Aceh di jalanan. Kemudian menyerah usai demo mereka tak ditanggapi.
Bahkan, para mahasiswa Aceh lebih di luar banyak berpikir untuk menyelesaikan kuliah cepat agar bisa mendapatkan jabatan tinggi atau lulus menjadi PNS saat pulang ke Aceh nantinya.
Namun Musa adalah pengecualian. Dia lelaki langka.
Muti ingin kembali berkomunikasi dengan Musa. Namun sebagai wanita Aceh, dia mencoba menahan diri. Dirinya cuma berharap bisa mengenal sosok itu lebih jauh. [Bersambung]
Cerita bersambung ini karya Musa AM
Baca juga:
[Cerbung] Sang Kombatan (94)
[Cerbung] Sang Kombatan (93)
[Cerbung] Sang Kombatan (92)
[Cerbung] Sang Kombatan (91)
[Cerbung] Sang Kombatan (90)
Discussion about this post