(Analisis Kritis, Memahami Konsistensi Sikap Politik Partai Nasdem)
Oleh : Ridwan, warga Banda Aceh
PILKADA Serentak yang akan diselenggarakan pada Februari tahun 2017 di sejumlah daerah di Indonesia, juga ikut menyertakan Kota Banda Aceh sebagai Field Politik Area ( lapangan Politik ). Ya, Banda Aceh juga akan memilih Walikotanya untuk periode 2017-2022.
Sejumlah calon sudah terang terangan unjuk gigi, ada yang berlatar belakang Tehnik, Eks Anggota Pejuang, Pensiunan Bankir, dan Sosok Politisi yang berkhidmat di dunia Balap, dan tak terkecuali seorang Pemimpin dari kaum Marginal (Red : perempuan) yang juga Incumbent ingin maju kembali untuk “Melanjutkan Program Renainsanse (Kebangkitan) Syariat Islam, sebagai landasan acuan Kota Madani”.
Ada yang mulai terang-terangan dengan sejumlah sikap dan kegiatan politik, baik dengan deklarasi, atau bahkan menyerang program incumbent saat ini. Teori ini ibarat menisbahkan Hadih Maja Aceh;
“Ta Maen Ngon Aneuk Miet, Tamanoe Jipeucikoe Ie, Tapajoh Bu dipeuabeh Eungkot,” begitulah realitasnya.
Ya, apapun yang dilakukan Walikota Incumbent tetap salah, baik sisi suprastruktur, maupun infrastruktur, tak terkecuali Program Membumikan Al-Quran, Wonderfull Muharram, Ironisnya penindakan terhadap pelanggar Qanun Islam juga dianggap Satol (salah total).
Padahal Program Program ini adalah titik balik dari kebangkitan Syiar Syariat Islam yang telah di Unifikasikan dengan kodifikasi Formal Legalitas (undang-undang, Beleid (belanda), Qanun (Arab). Entah tujuannya Banda Aceh bebas sebebasnya untuk menjadi Kota Sekuler dengan Konsep Agama urusan personal, atau Agama bukan urusan Negara (red : pemerintah).
Jika kita telisik lebih dalam Upaya itu sah sah saja, karena mengingat istilah “Barisan Sakit Hati”, tentu selaras dengan narid maja, “Meunyoe Ka Ta Gaseh Chit Sabe Ta Bela, Meunyoe Ka Ta Benci, Adak di Peukong Agama Ta Cuca,” meme-meme yang tersebar di Sosial media jelas bermuara pada satu sudut penyerang, dan kita tak mesti bilang “wow“ begitu.
Karena Konsep Politik yang digaungkan, “lampoh Droe Bak Capli dan Jagong” lampoh Gop Bak Pieh Mie (putri malu) dan Bak Padang (rumput ilalang )“ atau Kecap beliau Nomor 1, Kecap Orang Sudah Expired, tak ada Ghazwatul Fikr (perang pemikiran) tentang perang gagasan atau ide pembangunan yang brilian dan “saleable” (laku dijual) selain isu kebebasan dengan jam malam, adanya kebebasan interaksi Non Muhrim, bahkan jika perlu adanya diskotik untuk menenangkan Pikiran ala Budaaya kontemporer kebaratan.”
Kota Banda Aceh adalah kota Urbanisasi, dan juga kota pendidikan, selain Ibu Kota Banda Aceh, kota ini berfungsi ganda sebagai Eksternal Defense City (Kota Pertahanan Luar), bayangkan jika Banda Aceh sebebas Los Angeles di Amerika sana, tentu dengan segala kebebasannya para mahasiswa dan mahasiswi selesai studi dengan bangga menghardik orangnya, bahwa urusan pribadi si anak adalah urusan dia sendiri, kerap kita dengar istilah ( Is My Privacy, and Not Your Bussines : ini pribadiku, bukan urusanmu).
Orang tua yang bercocok tanam dengan cangkul di Gampong, orang tua yang berProfesi memanjat kelapa, orang tua yang memancing ikan dilaut, orang tua yang mengeluarkan keringat dan peluh serta diiringi Selipan doa disetiap ritual ibadahnya dan menabung serta menyisihkan pendapatannya untuk buah hati yang sedang kuliah di Kota Para Radja harus menambahkan doa “ Ya Allah, semoga ananda kami selesai studi tepat waktu, kami ingin ke Banda Aceh foto di mesjid Raya dan menghadiri hari wisuda” bukan pulang dengan bawa suami atau bahkan disertai gendongan cucu yang tak resmi. Ironis dan Tragis Bukan ?”.
Ya itulah kenapa Penulis mengnarasikan Konsep Eksternal Defense City (kota pertahanan luar) selain pertahanan permasalahan keamanan juga pertahanan persoalan akidah dan akhlak serta moral, karena pergaulan bebas itu terjadi akibat salah satunya adalah faktor pengaruh lingkungan dan tidak ada filterisasi dari Pemimpin penguasa kota.
Maka bila itu tak terjadi, singsinglah baju menanti degradasi moral dan kehilangan identitas bangsa, tergerus akidah, luntur dan pudarnya agama, maka kehancuran dan krisis identitas akibat moderenisasi yang salah kaprah akan kita tuai sebagai sejarah kelam Serambi Mekkah. Banda Aceh adalah jika dalam Grand Strategi perang adalah The Last Defense ( Pertahanan terakhir ) atau benteng terakhir untuk menyelamatkan Aceh secara kulturistik, bila tidak ingin bernasib sama dengan Gagahnya Imperium Kerajaan Aceh (Benteng Indrapatra, taman putroe phang) yang hanya tinggal puing sebagai sisa, atau lebih runyam, negeri raja yang tersisa tanpa mahkota, dan tanpa megahnya istana, serta tanpa pemimpin yang menjadikan akidah sebagai landasan pijak segala usaha kebijakan dan programnya, maka tak mustahil Kota Tua Banda Aceh Masa Depan, agama islam sebagai ciri khas dan langgam kota, hilang bak ditelan gelombang murka layaknya tsunami 2004 akibat latah dengan arus westernisasi dan globalisasi yang terbuka.
***
# Menanti Sinar “Bang Surya”
Dunia politik Indonesia hari ini, hampir tidak ada yang tidak mengenal dengan namanya Politikus besar Indonesia, ya beliau Bapak Surya Paloh, Aset Indonesia asal Aceh ini, adalah tokoh yang berani membelah badai, ibarat “ARDATH” (anak rantau datang tanpa harta) atau pemuda gampong yang menguasai ibukota dan menjadi “ Raja”, beliau telah menempati posisi sebagai magnet suhu politik Indonesia, pengusaha media dan sejumlah mall dan hotel di Indonesia ini, sepekan lalu menginjakkan kaki di tanah rencong.
Kembali Bang Surya ke tanah endatu menjadi harapan bagi sejumlah stake holders untuk mendapat “ Sinar – Bang Surya “ sebagai penerang dalam persiapan perang politik merebut kekuasaan dan menjadi pemimpin pada Pilkada 2017, tak terkecuali Kota Banda Aceh.
Adagium “Politik Tanpa Mahar “ bertebaran dengan spanduk diberbagai sudut kota, pasca beliau kembali ke Jakarta, Bang Surya Konsisten dan berkomitmen menyatakan bahwa syarat utama dukungan Partai Besutan beliau (red : Nasional Demokrat (Nasdem) ) adalah Elektabilitas & Popularitas serta Calon Pemimpin yang memiliki Kapasitas dan berkualitas “ beliau membuang langgam Politik “ ADO : Awak Droe Only ), fakta jelas yang terukur dengan Rasional, lihat sikap politiknya di Jakarta sana, beliau dengan Partai Nasdem sebagai partai pertama yang mendukung dengan tegas Basuki Tjahaya Purnama ( Ahok ) incumbent sebagai the Next Leader For DKI 1.
Menurut beliau salah satu Barometer keterpilihan yaitu di ukur dengan Survei, beliau datang ke Aceh juga ditemani tim 7, itulah tim yang akan memutuskan siapa yang akan dukung oleh partainya, pola politik yang tidak mengambil keputusan sentralistik ditangan Sang Ketua adalah pola Modern yang dilakukan oleh Partai – Nasdem dan langkah ini tentu akan membuat Partai ini bertahan ditengah pesimisme terhadap Partai Politik.
Sebagai Partai yang akan menghadapi Pilkada Perdana tentu Nasdem secara organisasi Kepartaian tidak mau kehilangan muka, mereka juga tidak ingin melawan kehendak rakyat, hal ini mereka jawab lugas dengan mendukung Calon Pemenang Survei, Azas — Vox Pupuli Vox Dei “ Suara Rakyat, adalah Suara Tuhan “.
Penulis mendengar informasi yang harus dikonfirmasi kembali, informasi ini berasal dari salah satu tim 7 yang diikut sertakan Sang Ketua Umum, bahwa untuk Kota Banda Aceh hasil Survei internal Partai Nasdem Posisi pertama adalah diraih oleh Incumbent. Ya, sebut Saja Namanya Hj Illiza Sa’adudin Djamal SE yang kerap di sapa dengan sebutan padanan kata “ Bunda” posisi kedua diraih oleh Salah seorang pensiunan Bankir dan ketiga baru kader internal Partai Nasdem sendiri yang selama ini membangun Opini dengan sejumlah publikasi hasil lembaga Survei bahwa dialah penantang incumbent yang akan meraih kemenangan mutlak jika Pilkada digelar nantinya, membangun Second Opinion dengan menang sejumlah survey sah sah saja. tapi Realitas fakta tidak boleh dianggap remeh dan tanpa disparitas mengungkapkan sebuah hal yang dapat mengernyitkan dahi bagi yang membacanya, dimana hasil survey itu elektablitas Incumbent jauh berada diatas sang kader Partai itu, tak elok bukan bermaksud “ Ujub & Ria “ elektabilitas calon Internal ditambah elektablitas pensiunan Bankir yang menyukai olah raga sepak bola, bila di akumulasikan masih jauh berada dibawah Incumbent.
Inilah segelintir Fakta yang akan menguji Konsistensi dan komitmen yang digaungkan Partai Nasdem sendiri, Konsep Restorasi Indonesia kini kembali di uji, akankah Partai Nasdem dengan besar hati mengenyampingkan kader sendiri yang tanpa di diwacanakan untuk dicalonkan dan sudah mendeklarasikan dirinya? kebesaran jiwa dan kedewasaan politik Partai Nasdem ditunggu rakyat Kota Banda Aceh, semoga Sinar Bang Surya untuk membumikan Partai Nasdem di Indonesia dalam memenangkan Pemilu 2019 di Indonesia tidak dipahami secara parsial oleh jajaran strutur partainya dengan sikap pragmatis semata.
Bila Partai pendatang baru ini berparadigma Realistis untuk berkoalisi dengan Sang Incumbent pemenang survey internal, tentu sebuah sikap yang dinamis, dimana mereka punya the rising young starsstok sebagai amunisi untuk posisi Wakil Walikota, ada anak muda cerdas Teuku Iqbal Djohan yang terkenal dengan skullnya, ada pengurus DPW Nasdem sekaliber TAF Haikal, atau Bahkan Aktifis yang terjun dunia politik Teuku Banta Syahrizal ST.
Menurut hemat penulis secara pribadi, “Partai Nasdem bila ingin menjadi Partai Pemenang Pemilu pada tahun 2019, Dalam Sikap Politiknya Janganlah seperti Gunting, meski mengambil arah lurus tapi membelah dan memisahkan yang selama ini menyatu, Namun Partai Nasdem Harus mengambil jalan Seperti Jarum walaupun menusuk dan menghujam-hujam kedalam tapi menyatukan yang selama ini terpisahkan “ kata orang Aceh “ taneuk group Lueng, Ta cok can ngon Ta Surot 3 boh langkah ( ambillah ancang – ancang bila ingin melompati parit.”
# Menyinari “Sang-Bunda “
Incumbent yang kerap disapa Bunda ini, adalah Calon yang terlah teruji, benar memang Program selama ini selain tak disukai penganut paham Sekulerisme, atau bahkan Westernisasi ( kebarat-baratan ) bukan manusia yang super, ada kelemahan yang harus segera ditindak lanjuti, pelayanan air bersih yang belum memenuhi target 99.00 persen, sikap monopoli Listrik PLN yang membuat mereka bebas mematikan dan menghidupkan listrik tanpa sanksi, tentu harus segera di cari solusi, yang pasti ini calon bukan asal jadi, tak elok bila dikatakan “Karbitan.”
Konsistensi menjalankan syariat Islam, dan menjadikan Syariat Islam sebagai kebangkitan Syiar Islam di Aceh patut di apresiasi, terlepas pro dan kontra, dan tentu itu, karena sang bunda bukan mahkluk yang sempurna, tapi totalitas serta kinerja selama ini jelas teruji, pengalaman di Legaslatif ( DPRK ) dan Eksekutif ( dua kali wakil hingga carateker walikota dan defenitif ) telah menjadikannya tidak boleh di picing sebelah mata, sejumlah forum baik nasional maupun international telah dihadiri dan mendapat telah mendapat pengakuan dengan sejumlah apresiasi.
Tertimoni salah satu anggota Legislatif dari Partai Kuning di Banda Aceh mengatakan, “Banda Aceh pemerintahannya stabil, karena dipimpin oleh pemimpin yang bukan serba kebetulan, atau karbitan atau kawe-kawean, dan bukan sama sekali Produk Uji Coba, Fakta Riil dikutip dari data Statustik angka kemiskinan hanya 8 % ( Delapan Persen ), dan yang harus di perhatikan dengan serius adalah persoalan air bersih ( red : PDAM ), tataruang sebagai penjabaran konsep green city ( kota hijau, ramah lingkungan ) jalan di semua sudut kota memadai, kebersihan yang berstandar WHO ( World Healt Organization ), serta full control kinerja aparatur yang selama ini mulai tampil beda, ya, sebagian mereka telah menggunakan jenggot aksesoris dan bukan Jenggot Ideologis ala Rasullah, dan hal ini semata mereka melakukan itu untuk meraih simpati sang bunda, dan kerap melakukan tindak tanduk ABS ( asal Bunda Senang ) yang secara kedepan merugikan Sang Bunda secara Holistik.
Pertanyaan sekarang “Dengar seabrek prestasi dan segenap kekurangan“?
Akankah sang bunda meraih Sinar Bang Surya untuk Pilkada 2017? Sebagai penikmat Politik, saya hanya bisa mengutarakan 3 kata dalam bahasa Alqur”an, sebagai jawabannya —- “Illa Ajalim Musamma” — ( kita tunggu waktu yang telah ditempokan(ditentukan) ), dengan “ La’alla : harapan “ semoga saja sang bunda disinari Indahnya Sinar Bang Surya untuk melanjutkan programnya di pemerintahan Kota !
(Opini ini Ditulis Oleh Ridwan, Warga Kota Banda Aceh)
Discussion about this post