SEBUAH rumah makan di kawasan Rimo, Kabupaten Singkil, terlihat padat. Beberapa warga terlihat antri mengambil mengambil makanan.
Mereka bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa lokal.
Ada yang memakai topi haji. Ada juga yang hanya memakai pakaian biasa.
"Ramai ya," kata Mualem Muzakir Manaf saat turun dari mobil. Dia tersenyum.
"Lon jak u kamar kecil dilee. Awak droneuh neupeuduek jame dilee," kata Mualem sambil menuju ke arah belakang warung.
Mualem berbicara dengan petinggi KPA PA, Wien Rimba Raya serta ketua PA Singkil, Teungku Karim. Keduanya mengangguk.
"Yang muslim mana?" ujar Teungku Karim. Beberapa pria berpeci haji menunjuk tangan dan kemudian duduk semeja di dekatnya.
"Kalau yang kelompok satu lagi mana?" tanya Wien Rimba Raya. Namun tak ada yang menunjuk tangan.
"Coba cari," kata Wien Rimba setelah melihat tak ada yang menunjuk tangan.
Seorang pria berpeci dan pakaian batik bangun dari kursi. Dia kemudian bergegas ke samping. Sesama di sana dia tersenyum.
Dia tersenyum ke arah beberapa pria dewasa yang sedang makan. Mereka berjumlah belasan orang di satu meja panjang.
"Itu pak Wagub sudah tiba. Mohon perwakilan ke sana," kata pria berpakaian batik itu.
Beberapa pria tadi mengangguk. Lima orang diantaranya kemudian bangun dan mengekor pria tadi dari belakang.
Mereka duduk semaja dengan Teungku Karim dan pria berpeci haji. Mereka duduk saling berhadap. Warga pria bertopi haji dengan lima pria yang baru duduk tapi terlihat tegang.
"Ini yang mualaf ya?" tanya salah seorang rombongan Mualem.
"Bukan pak. Kami dari non muslim. Nasrani," kata seorang pria di depan Teungku Karim. Belakangan pria tadi memperkenalkan diri dengan nama Boas, Ketua Forum Cinta Damai serta beragama Nasrani.
Mualem kemudian duduk di meja tadi. Wagub Aceh itu diapit Wien Rimba Raya di sisi kanan dan Teungku Karim di sisi kiri. Suasana di meja tadi masih kaku.
"Oke kita mulai. Saya ingin mendengarkan keterangan dari non muslim terlebih dahulu," ujar Mualem.
"Semejak tragedi di Singkil beberapa waktu lalu. Kami masih belum tenang. Was was. Kami berharap Pak Wagub maupun menjadi penengah antara kami dengan pihak muslim. Jangan ada lagi konflik," ujar Boas yang mengaku warga Buala Seky Waruhu.
"Kami juga sudah mengadu ke Pemkab Singkil, tapi tidak ada solusi," keluh Boas lagi.
Di samping Boas, pria bertubuh kurus dan memakai kemeja putih bergaris kemudian menimpali.
Dia memperkenalkan diri sebagai Pendeta Mangara Sinamo, yang berkantor pusat di Sidikalang.
"Namun jamaah saya kebanyakan berasa dari sini, Singkil," ujar sang pendeta.
"Di Singkil, ada jamaah kami sekitar 15 ribu orang dari 24 gereja. Kami sangat berharap pertemuan ini bisa menghasilkan beberapa kesepakatan yang nantinya," kata dia.
Menurutnya, warga Nasrani di Singkil berada di 4 kecamatan seperti Kecamatan Suro, Simpang Kanan, Gunung Meria, dan Danau Paris.
"Rata-rata penambahan jamaah di sini cuma karena faktor kelahiran. Kami tidak mengambil dari yang muslim," ujarnya lagi.
Mualem terdiam usai mendengarkan hal ini. Dia mengangguk.
"Saya juga ingin mendengar keterangan dari muslim," ujar Mualem.
"Prinsip kami Mualem, kami ingin semua kesepakatan yang ada dijalankan. Kita sama-sama ingin damai," ujar pria bertopi haji.
Yang duduk di meja tadi terdiam. Mualem menarik nafas panjang.
"Begini. Harapan dari kedua pihak sudah saya dengar. Nanti kita putuskan. Inikan pertemuan dadakan. Tak ada perwakilan Muspida di sini. Nanti kita bicarakan dengan melibatkan para pihak. Namun sementara itu, saya berharap semua pihak bisa menahan diri," ujarnya.
Kedua perwakilan mengangguk tanda setuju.
"Kita foto-foto dulu sebelum bubar ya. Mudah mudahan bisa selamanya seperti ini," ujar seorang warga dari belakang.
Mualem tersenyum. Demikian juga dengan perwakilan tadi.
Acara kemudian bubar. Kedua pihak bersalaman dan foto bersama.[]
Discussion about this post