MEDIAACEH.CO – Masyarakat Tionghoa di Indonesia setiap tahunnya merayakan Tahun Baru Imlek yang dimulai pada hari pertama penanggalan Tionghoa dan berakhir pada hari kelimabelas lewat perayaan Cap Go Meh. Tahun ini, mereka akan merayakan Tahun Baru Imlek 2567 pada Senin 8 Ferruari 2016 mendatang.
Sejumlah tempat perbelanjaan pun dari tahun ke tahun semakin penuh hingga sesak oleh mereka yang berburu pernak pernik sambut jatuhnya waktu pesta. Ini terlihat dari semakin banyaknya kaum Tionghoa di Indonesia.
Sejarahwan Didi Kwartanada mengungkapkan, kedatangan Tionghoa ke Indonesia (yang saat itu masih bernama Nusantara) yakni pada awal abad ke-5 Masehi. Pada tahun 414, para Tionghoa yang melakukan perjalanan ke India terdampar di Jawa. Mereka terdampar seiring dengan hubungan perdagangan Nusantara.
“Tapi waktu itu orang Tionghoanya masih sedikit. Baru pada tahun 1415 sudah mulai banyak orang Tionghoa ke Jawa seiring dengan hubungan dagang Nusantara (Indonesia),” kata Didi seperti yang dilansir merdeka.com, Jumat 5 Februari 2016.
Selepas itu, semakin banyak pula orang Tionghoa seperti berasal dari Mongol memilih tak pulang dan menetap di Indonesia. Hampir seluruh orang Tionghoa tidak membawa istrinya saat hijrah ke Indonesia. Memang pada saat itu, orang Tionghoa dilarang membawa istrinya karena seorang perempuan dilarang keluar dari Tiongkok.
“Mereka pun menikahi sejumlah perempuan Indonesia yang akhirnya membuahkan benih seorang peranakan Indonesia-Tionghoa,” jelasnya.
Selanjutnya, orang Tionghoa ini pun membaur dengan bahasa, makanan, pakaian, dan agama di Indonesia. Di Indonesia pula, mereka giat sekali bekerja seperti bertani, berdagang senjata, dan lain sebagainya.
Diketahui, dalam buku berjudul ‘Tionghoa dalam Pusaran Politik’ terbitan TransMedia tahun 2008, kurang lebih 5.000 orang Tionghoa datang ke Indonesia. Tahun 1683, jumlah orang Tionghoa berkembang pesat di Pulau Jawa.
Jumlah penduduk Tionghoa lantas melebihi 100.000 orang pada permulaan abad ke-19. Mereka hidup menyebar ke seluruh Pulau Jawa, ke daerah pedalaman dan di sepanjang pesisir utara.
Selama tinggal di tanah Indonesia, orang Tionghoa dikenal rajin dan pintar mencari uang apalagi di bidang perdagangan. Tanpa adanya orang Tionghoa, Pulau Jawa bukan merupakan koloni yang menguntungkan.
Orang Tionghoa yang sudah lama tinggal di Indonesia juga sangat dekat dengan raja-raja dan kraton Jawa. Banyak juga yang diberi gelar bangsawan oleh raja Jawa dan dinikahkan dengan putri kraton.
Atau sebaliknya, banyak juga putri dari orang Tionghoa yang dijadikan selir oleh raja-raja Jawa. Di antaranya Putri Cina yang dijadikan istri Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Perkawinan silang budaya, etnis, negara ini pun membuahkan keturunan.
Sumber: Merdeka
Discussion about this post