MEULABOH – Budayawan Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh Abdul Kadir menilai, hukum “adat laot” menjadi alternatif untuk menjaga laut sebagai sumber daya perikanan.
“Saya pikir hukum adat laot ini adalah satu-satunya alternatif, disamping dapat melindungi nelayan juga dapat dijadikan sebagai pijakan untuk mengatur tata kelola perikanan,”katanya di Meulaboh, Sabtu.
Abdul Kadir yang juga anggota muspida plus Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Barat menyampaikan, di dalam adat laut di daerah itu banyak mengatur semua hal yang berkenaan dengan tatakelola berbasis Syariat Islam, terutama menyangkut hari-hari dilarang melaut sesuai hukum adat.
Masyarakat nelayan umumnya, adalah mereka-mereka yang berpendidikan rendah dan berada di garis terpingirkan, kegiatan aktivitas nelayan Aceh lebih cenderung bersifat tradisional karena kemampuan mereka yang terbatas.
Disaat kondisi demikian sebut Abdul Kadir, maka landasan hukum bagi komunitas nelayan hanya dapat dilakukan dengan kearifan lokal, hukum adat juga memiliki sanksi tegas kepada pelaku perusak sumber daya laut dan perikanan.
Hukum adat laot tidak bertentangan dengan hukum di Indonesia, apalagi tidak semua nelayan mampu menyerap bagaimana hukum larangan maupun perintah secara nasional, mereka sudah terbiasa dengan kehidupan sebagai nelayan tradisional.
Mantan Ketua Komisi D-DPRK Aceh Barat membidangi kebudayaan ini menyebutkan, dengan kondisi masyarakat nelayan yang sudah berpengalaman, pemerintah hanya perlu mendukung mereka dengan program-program peningkatan produksi perikanan.
Ia mencontohkan, dalam tradisi nelayan Aceh ada yang namanya Kanduri Laot, Pantang Meulaot, semua itu telah masuk dalam qanun (peraturan daerah) hukum adat laot, dimana pucuk pimpinan nelayan pada seorang panglima laot.
Dari itu muncul pula turunan lebih kecil yakni “Panglima Lhok” (pemimpin wilayah kecamatan), keberadaan lembaga adat ini bukan hanya menyelesaikan perkara dan masalah dihadapi nelayan, tapi juga mengawasi setiap aktivitas nelayan di tengah laut.
“Nelayan kita sering menemukan kapal asing menjarah ikan, artinya bila peran mereka ini diperkuat, pastinya nelayanlah yang menjadi garda terdepan melindungi laut dari berbagai ancaman,”katanya menambahkan.
Dia menyebutkan, mayoritas pelaut kawasan itu adalah Islam, semua ketentuan yang diatur dalam tata kelola laut dan perikanan secara hukum adat juga berbasis syariat, artinya nelayan Aceh juga bisa lebih patuh dan tunduk kepada aturan yang lebih dekat. | sumber: antara
Discussion about this post