MEDIAACEH.CO, Jakarta – Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto menilai Tim Pengawas Intelijen DPR yang telah disahkan oleh pimpinan DPR berpotensi membahayakan bagi keselamatan anggota lembaga parlemen sendiri. Bahkan dampaknya bisa terjadi penculikan Tim Pengawas Intelijen atau anggota keluarga lainnya sebagai upaya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan pihak lawan intelijen.
“Pihak intelijen lawan akan menganggap tim pengawas sebagai orang yang paling banyak tahu tentang kegiatan operasi intelijen Indonesia,” kata Soleman dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat 29 Januari 2016.
Selain itu, menurut dia, pihak intelijen lawan akan menandai anggota Tim Pengawas Intelijen Indonesia sebagai sasaran operasi, bisa mulai dari bentuk yang paling halus yakni pendekatan personal hingga cara brutal. Anggota tim pengawas DPR ini pun berpotensi jadi sasaran intelijen dalam negeri.
Lanjut dia, Tim Pengawas Intelijen yang sejatinya wakil rakyat, diyakini memiliki sikap yang terbuka. Sedangkan sebagai anggota tim pengawas, mereka punya wewenang mendengarkan informasi intelijen.
“Dampaknya, anggota DPR itu bisa saja dijadikan kambing hitam atas pembocoran informasi kegiatan atau operasi intelijen. Dengan adanya kambing hitam yang mudah disalahkan, tidak tertutup kemungkinan bahwa para personel intelijen sendiri yang membocorkan rahasia itu, dan selanjutnya melemparkan kesalahannya kepada Tim Pengawas Intelijen,” kata Soleman.
Menurut dia, tim tersebut tak sesuai dengan prinsip kerja lembaga intelijen yang penuh kerahasiaan. Oleh karena itu, tim pengawas intelijen tak memiliki manfaat apapun. Dia juga menambahkan, tugas tim pengawas yang dikomandoi oleh Ketua Komisi I Mahfuz Siddik itu akan bertentangan dengan prinsip-prinsip intelijen. Pertama adalah prinsip di dalam dunia intelijen ada posisi yang disebut sebagai agent handler dan agent.
“Misalnya dalam ilmu intelijen, Panglima TNI adalah agent handler dari Kabais TNI. Sebagai agent, Kabais hanya menerima perintah dan melaporkan hasil pekerjannya kepada Panglima TNI. Demikian pula Presiden adalah agent handler Kepala BIN, di mana Kepala BIN adalah agentnya,” kata Soleman.
Prinsip tersebut akan bertentangan dengan tugas tim pengawas intelijen yang akan mengawasi dan meminta keterangan kepada Kepala BIN atas operasi dan kegiatan intelijen yang dilakukannya. Bila dilihat dari prinsip intelijen, kata dia, tim pengawas ini akan mengawasi dan meminta keterangan atas sesuatu perintah atau pekerjaan yang dilakukan oleh Kepala BIN atas perintah presiden.
“Sebagai agent, Kepala BIN harus patuh dan setia kepada agent handlernya yaitu presiden, dengan tidak membuka sama sekali perintah presiden yang diberikan kepadanya. Jika Kepala BIN menjelaskan dengan sebenar-benarnya apa yang dilakukan, maka Kepala BIN telah mengkhianati presiden sebagai agent handlernya,” tutur Soleman.
“Hal ini tentu sangat diinginkan oleh pihak lawan. Ini merupakan contoh yang sangat jelek bagi personel intelijen Indonesia lainnya,” ucapnya.
Prinsip kedua dalam intelijen, kata dia, sesuatu yang tidak kelihatan, belum tentu tidak ada. Sedangkan sesuatu yang kelihatannya ada, belum tentu itu bentuknya. Prinsip ini menjelaskan bahwa seorang person intelijen akan dilatih sedemikian rupa agar selalu dapat menyembunyikan pekerjaan yang sesungguhnya dan awam pasti selalu tertipu.
“Tim Pengawas Intelijen adalah anggota DPR yang terhormat dan yang tidak boleh dibohongi. Dengan demikian Kepala BIN harus menjelaskan dengan sejelas-jelasnya apa yang dilakukannya. Sebagai petugas intelijen profesional, akan sulit bagi KaBIN untuk mengatakan yang sebenarnya,” kata Soleman.
“Tim Pengawas Intelijen akan sulit mengamatinya karena yang kelihatan belum tentu itu bentuknya. Jadi yang didapatkan oleh Tim Pengawas Intelijen ini belum tentu benar,” lanjutnya.
Seorang profesional intelijen, menurut Soleman, harus memegang prinsip lainnya yang berbunyi ‘berangkat tugas dianggap mati, hilang tidak dicari, kalah dicaci maki dan menang tidak dipuji. Dalam melaksanakan tugasnya, tak jarang personel intelijen terpaksa harus melanggar hukum.
Namun jika terbukti melakukan pelanggaran hukum, maka personel itu harus dihukum karena mereka tidak kebal hukum. Tak hanya itu, apabila personel intelijen gagal dalam melaksanakan tugasnya maka dia akan dicaci maki oleh atasannya yang memberi perintah dan juga akan mendapat hukuman karena kegagalan itu.
“Misalkan apabila pekerjaan yang dilakukan oleh Kabais melanggar hukum, maka Panglima TNI akan menyangkalnya dan menyatakan bahwa tidak ada perintah untuk melanggar hukum. Selanjutnya Kabais harus menjalani proses hukum seorang diri, itulah sebabnya seorang personel intelijen harus dapat menjaga dirinya sendiri,” ujarnya.
Dari sisi ilmu intelijen, keberadaan Tim Pengawas Intelijen DPR disebut Soleman akan terlihat sebagai ‘upaya lawan’ untuk mendapatkan informasi melalui jalur resmi. “Ini akan semakin membuat seorang pejabat Kepala BIN akan tetap setia kepada agent handlernya dan secara profesional akan sulit baginya untuk mengatakan hal sebenarnya,” tuturnya.
Seperti diketahui, Tim Pengawas Intelijen disahkan oleh pimpinan DPR dalam sidang paripurna. Tim pengawas tersebut terdiri dari 14 orang anggota Komisi Pertahanan DPR yang diketuai oleh Mahfuz Siddiq. Tim pengawas merupakan implementasi dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen.
Tim tersebut bekerja jika ada dugaan pelanggaran dalam kerja lembaga intelijen. Bahkan dalam Undang-undang Intelijen mengatur jika anggota tim pengawas membocorkan rahasia bakal diancam hukuman 10 tahun penjara.[]
Sumber: merdeka
Discussion about this post