MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Sejumlah fasilitas umum maupun fasilitas sosial yang ada di wilayah Banda Aceh belum memiliki aksesibilitas yang layak untuk penyandang disabilitas. Hal itu berdasarkan hasil penelitian selama 4 bulan sejak Agustus-November 2015 yang dilakukan FKM-BKA dibawah pengawasan Natural Aceh.
Hal itu disampaikan Forum Komunikasi Masyarakat Berkebutuhan Khusus Aceh (FKM-BKA) dan Lembaga Riset Natural Aceh yang diwakili oleh Syarifuddin dan Zainal Abidin Suarja saat melakukan kunjungan ke Ombudsman Perwakilan Aceh, Kamis 28 Januari 2016.
Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Kepala Perwakilan Taqwaddin Husin dan didamping para Asisten Ombudsman RI.
Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk menyampaikan hasil riset terhadap 81 fasilitas publik di Banda Aceh yang telah diseminarkan di Sultan II Selim Aceh Community Center, yang diikuti oleh 110 orang stakeholders dari berbagai instansi di Aceh beberapa waktu lalu.
“Hal ini nampak dari tingkat ketersediaan elemen aksesibilitas secara umum hanya mencapai 37,7 %. Bahkan dari data yang didapatkan khususnya di bidang kesehatan, rumah sakit yang merupakan fasilitas umum yang sangat dibutuhkan oleh penyandang disabilitas hanya mampu mencapai 51,28 % dalam memenuhi elemen aksesibilitas, begitu juga halnya dengan Klinik & Apotek yang hanya mampu mencapai 44,86%,” ujar Syarifuddin.
Namun demikian, kata Syarifuddin, dari persentase yang terlihat, rumah sakit dan klinik memang lebih baik dalam penyediaan elemen aksesibilitas dibandingkan 5 kategori bangunan maupun lingkungan lainnya.
Selain itu, dari pengolahan data yang telah dilakukan, standarisasi tingkat elemen yang tersedia juga menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan, ada sebagian yang telah berusaha menyediakan elemen aksesibilitas, namun belum memenuhi standar sebagaimana yang telah ditetapkan sehingga pengunaan maupun manfaat dari elemen-elemen tersebut belum dapat dinikmati secara maksimal bahkan seringnya tidak bisa dimanfaatkan sama sekali.
Dalam pertemuan tersebut, mereka juga juga menyoroti Masjid Raya Baiturrahman sebagai ikon Aceh yang tidak aksesibilitas untuk pengguna roda. Selama ini para pengguna kursi roda/tuna netra kesulitan bahkan tidak bisa melakukan ibadah di mesjid kebanggan rakyat Aceh tersebut.
Selain itu, Syarifuddin juga mengeluhkan diskriminasi oleh Bank Aceh kepada tuna netra, yang jika melakukan penarikan teller selalu dimintakan fotokopi KTP. Selain itu, kesulitan mendapatkan kartu BPJS tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Aceh yang normal, bagi penyandang disabilitas hal ini malah makin sulit, apalagi yang tidak tinggal di Kota Banda Aceh.
“Antrian yang panjang dan prosedur yang bertingkat membuat penyandang disabilitas kesulitan melakukan migrasi dari Jamkesmas/JKRA ke kartu BPJS, akhirnya banyak penyandang disabilitas yang seharusnya menjadi target dari program ini harus menjadi pasien umum dan membayar untuk memperoleh akses kesehatan di Aceh,” ujarnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh berjanji akan menindaklanjuti laporan dan hasil pertemuan tersebut.
“Ombudsman RI Perwakilan Aceh sendiri sejak akhir tahun 2012, setiap tahun selain rutin menerima laporan masyarakat juga telah melakukan evaluasi terhadap instansi pemerintah daerah ditingkat provinisi maupun kab/kota serta instansi/lembaga vertical,” ujar Taqwaddin Husin.
Dijelaskannya, evaluasi tersebut terkait hak masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik termasuk untuk penyandang disabilitas sesuai yang diamanahkan Undang-Undang 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
“Tambahan informasi dan data ini diharapkan dapat memberikan bahan baru dan tambahan yang lengkap dalam terus memantau dan mengawasi pelayanan publik di Aceh,” ujarnya.
Discussion about this post