MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Ikatan Mahasiswa Pelajar Samadua (IMPS) Kabupaten Aceh Selatan menantang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk menuntaskan berbagai kasus korupsi dana aspirasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum IMPS Aceh Selatan, Hariyadi, kepada mediaaceh.co, melalui siaran pers, Minggu, 24 Januari 2016.
“Jika statemen kejati Aceh di salah satu media lokal pada Kamis, 22 Januari 2015, hanya cari sensasi belaka, untuk apa? jika hanya mengintip saja juga tidak ada gunanya. Padahal begitu banyak laporan terkait proyek dana aspirasi di kejaksaan tinggi selama ini tetapi pupus ditengah jalan,” ujar Hariyadi.
Pihaknya, kata Hariyadi, telah melaporkan hal tersebut kepada pihak kejaksaan tinggi dengan nomor agenda laporan 12917 tanggal 17 Desember 2014 terkait indikasi pelanggaran hukum dalam proyek pembangunan asrama IKSAS Di Gampong Rukoh, Darussalam.
“Bahkan persoalan ini sudah berulang kali tampil diberbagai media massa di Aceh dan sudah menjadi konsumsi publik. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan tindak lanjut dari Kejati,” katanya.
“Sehingga dianulir ada permainan khusus yang dimainkan ke kejati oleh pihak tertentu,” tambahnya.
Bahkan, Hariyadi menjelaskan, pekerjaan tersebut yang dikerjakan oleh PT. Alif Prado yang memenangkan tender dengan harga penawaran sebesar Rp 842.512.000. Sedangkan tahap kedua, dialokasikan anggaran sebanyak Rp 400 juta APBA 2013.
“Pekerjaan yang dititip pada Satker Dinas Cipta Karya tersebut dikerjakan oleh CV. Bintang Aneshda sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran Rp 380 juta. Pada tahap kedua ini pekerjaan mencakup finishing dan pembangunan pagar,” katanya.
Berdasarkan fakta lapangan, sebut Hariyadi, kualitas dan kuantitas asrama tersebut tidak bagus, seperti yang terdapat kosen jendela dan papan pintu yang tidak sesuai spek.
“Selain itu, pembangunannya juga tidak sesuai dengan rancangan anggaran kegiatan. Namun, satu hari setelah dimuat di media, kontraktor justru melaksanakan kembali pekerjaan tersebut, padahal pada tahun anggaran 2014 tidak ada alokasi untuk,” ujarnya.
Ironisnya, kegiatan tersebut hingga pertengahan 2015, bangunan dua lantai di atas tanah dengan luas sekitar 1000 meter persegi milik masyarakat Samadua tersebut belum juga serah terima.
“Padahal pekerjaan finishing sudah dilaksanakan pada tahun anggaran 2013. Belum lagi, proyek pembangunan tersebut bersifat multiyear. Dana yang ditempatkan pada Dinas Bina Marga dan Cipta Karya diduga berpotensi korupsi,” ujarnya.
Hariyadi mengatakan, persoalan pelanggaran hukum dan indikasi korupsi seperti ini saja terkesan didiamkan setengah jalan.
“Menurut kami kepala kejaksaan tinggi Aceh yang baru hendaknya melakukan evaluasi terkait kinerja lembaga penegak hukum yang kini dipimpinnya,” katanya.
Jika memang serius, pihaknya mendesak agar persoalan tersebut dapat dituntaskan segera, agar bangunan tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya oleh mahasiswa setelah segenap persoalan hukumnya dituntaskan.
“Tuntaskan dulu kasus yang menumpuk biar publik percaya terkait penegakan hukum di Kejaksaan Tinggi Aceh. Masyarakat menunggu bukti kinerjanya dalam menyelesaikan kasus-kasus dari dana aspirasi yang sudah menumpuk. Bahkan mungkin telah menjadi arsip yang disimpan rapi,” kata Hariyadi.[]
Discussion about this post