MEDIAACEH.CO, Jakarta – Sembilan warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) secara resmi mendaftarkan gugatannya terhadap Mendagri untuk membatalkan Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh.
Gugatan tersebut didaftarkan langsung tim kuasa hukum GeRAM yang terdiri Evi Susanti,S.H., M.H., Syahminan Zakaria, S.H., M.H., dan Nurul Ikhsan, S.H. dari kantor pengacara Evi Susanti & Co (ESCo) Law Firm ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 21 Januari 2016. Gugatan didaftarkan dengan register Nomor 33/PDT/2016/PN JTK PST.
Adapun sembilan warga Aceh yang tergabung dalam GeRAM, yakni Dahlan dari Lhokseumawe, Sarbunis dari Aceh Selatan, Najaruddin dari Nagan Raya, Efendi dari Aceh Besar.
Serta Farwiza dari Banda Aceh, Juarsyah dari Bener Berah, Abu Kari dari Gayo Lues, Kamal Faisal dari Aceh Tamiang, dan Muhammad Ansari Sidik dari Aceh Tenggara.
Evi Susanti, kuasa hukum GeRAM, mengatakan sembilan warga Aceh itu menggugat karena Mendagri dianggap lalai mengawasi Pemerintah Aceh yang telah menetapkan Qanun Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional di Aceh.
“Sebelum mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, para penggugat sudah menyampaikan notifikasi atau pemberitahuan terbuka. Notifikasi disampaikan dalam jangka waktu 60 hari kerja. Namun, notifikasi tidak diindahkan Mendagri,” kata Evi Susanti.
Didampingi Syahminan Zakaria dan Nurul Ikhsan, Evi Susanti menyebutkan gugatan didaftarkan secara perdata dengan mekanisme dalam bentuk citizen lawsuit (CLS) atau gugatan warga negara.
“Selain Mendagri, para penggugat juga menggugat Gubernur Aceh dan DPR Aceh agar merevisi Qanun RTRW sesuai dengan keputusan Mendagri terkait evaluasi peraturan daerah tersebut,” kata dia.
Sementara itu, Nurul Ikhsan mengatakan, Gubernur Aceh dan DPR Aceh digugat karena mengesahkan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang RTRW Aceh tidak memasukan beberapa substansi penting yang diamanahkan dalam RTRW Nasional.
“Seperti Kawasan Ekosistem Leuser, tidak dimasukkan dalam RTRW Aceh. Padahal, Kawasan Ekosistem Leuser diatur dalam RTRW Nasional dan juga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh,” kata dia.
Menurut Nurul Ikhsan mengabaikan amanat undang-undang merupakan perbuatan melawan hukum. Karena itu, penggugat sebagai warga negara mengajukan gugatan untuk mendapatkan keadilan.
“Tuntutan dalam gugatan klien kami bukanlah materi. Tapi, tuntutan dalam gugatan penggugat agar tergugat mengakomodir kawasan strategis seperti Kawasan Ekosistem Leuser dalam RTRW Aceh,” papar Nurul Ikhsan.
Seharusnya, kata dia, Mendagri membatalkan qanun RTRW Aceh karena ditetapkan tanpa mengakomodir kawasan strategis nasional seperti Kawasan Ekosistem Leuser. Tapi itu tidak, Mendagri terkesan membiarkan qanun tersebut disahkan menjadi peraturan daerah di Aceh.
“Inti gugatan ini adalah Mendagri, Gubernur Aceh dan DPR Aceh selaku penyelenggara negara telah melakukan perbuatan hukum dan tidak mematuhi aturan hukum dan amanah undang-undang terkait dengan penataan ruang dan wilayah di Aceh,” kata Nurul Ikhsan.[]
Discussion about this post