MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Anggota DPD RI Perwakilan Aceh, Ghazali Abbas Adan, meminta kepada Pemerintah Pusat untuk memperhatikan secara serius dan mengakui kekhususan-kekhususan yang melekat di daerah Aceh.
“Karena sampai saat ini beberapa kekhususan bagi Aceh tersebut belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah pusat,” ujar Ghazali Abbas Adan di Banda Aceh, Selasa 12 Januari 2015 kemarin.
Ghazali Abbas Adan mengakui selama menjalani reses di akhir tahun 2015 hingga awal tahun 2016, banyak aspirasi dari daerah yang diperolehnya menyangkut kekhususan tersebut. Diantaranya sebagaimana disampaikan oleh salah seorang Imum Mukim, tentang belum adanya perhatian kepada strata pemerintahan di tingkat Mukim sebagai kekhususan Aceh.
“Saya akan terus “berteriak” di Jakarta supaya apa yang menjadi kekhususan Aceh serta bermanfaat bagi masyarakat, agar dapat segera dipenuhi oleh pemerintah pusat,” tegas Ghazali Abbas.
Wakil Ketua Komite IV DPD RI ini menjelaskan sebagai daerah khusus yang diatur oleh UU NKRI, yaitu UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, di Aceh ada satu strata pemerintahan yang tidak ada di provinsi lain, yakni pemerintahan tingkat kemukiman yang terletak di antara kecamatan dan desa.
“Untuk itu, Pemerintah Pusat agar dapat mengalokasikan dana operasional kepada Mukim di Aceh karena ini amanah dari UU. Selain itu tugas dan fungsinya juga sangat banyak dalam mengelola masyarakat dalam kemukiman,” ujarnya.
Kekhususan lainnya untuk Aceh tambah Ghazali Abbas adalah di bidang peran serta ulama. Ia menguraikan dalam UU No. 44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Aceh dan UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh, menempatkan ulama sebagai mitra kerja sejajar dari Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota. Kemudian peran serta ulama juga diperkuat oleh Qanun Nomor 2 Tahun 2009 Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) point a dan b, tentang kewajiban memberikan arahan terhadap kebijakan daerah dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Dengan demikian, Ghazali Abbas berharap pemerintah di Pusat maupun di Aceh dan di berbagai tingkatan agar melibatkan ulama dalam proses pembangunan. Khususnya dalam tahapan perencanaan dan penyusunan arah kebijakan pembangunan serta pengawasan program pembangunan. Ini sejalan dengan rencana inventarisasi materi RUU usul inisiatif DPD dalam rangka revisi UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
“Apalagi saat ini Aceh mendapat dana yang sangat besar, sehingga pelibatan ulama dalam proses tersebut akan dapat meminimalisir kebocoran dana pembangunan sekaligus pemanfaatan menjadi terarah dan tidak mubazir,” katanya.
Selain itu, Menurut Ghazali Abbas Adan, selama reses tersebut beberapa aspirasi lain juga diterimanya dari masyarakat daerah dan memintanya untuk menyampaikan kepada pemerintah pusat. Diantaranya permintaan mendirikan pabrik pengalengan ikan kayu (keumamah) sebagai salah satu kuliner andalan di Aceh. Selama ini kuliner tersebut hanya mampu dipasarkan secara mentah dalam kemasan kotak dan belum dimasak.
“Pemerintah Kota Banda Aceh pun telah menyiapkan lahan untuk pembangunan pabrik tersebut. Ini harus kita dukung,”kata Ghazali.
Ghazali Abbas menambahkan, pemerintah di minta untuk menyediakan soft ware aplikasi untuk koperasi simpan pinjam agar transaksi dapat dilakukan secara modern, tidak manual seperti saat ini dan melatih petugasnya. Selanjutnya mengalokasikan anggaran untuk penambahan mobil dapur umum dan kenderaan operasional Taruna Siaga Bencana (TAGANA) dan untuk normalisasi sungai-sungai yang ada di Aceh di mana kondisinya hampir semuanya rusak akibat bencana banjir..
“Saya juga akan minta Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial agar dapat mengabulkan permohonan Dinas Sosial Aceh untuk membangun panti rehabilitasi korban narkoba pada tahun 2016 ini karena Aceh masuk dalam wilayah darurat narkoba, dan pihak Pemerintah Aceh pun sudah menyiapkan lahan seluas 12 Ha,” pungkas Ghazali.[]
Discussion about this post