PERTUMBUHAN ekonomi Aceh masih sangat tergantung dengan APBA dan APBK. Kondisi ini dinilai memprihatinkan dan perlu mendapat penanganan dengan segera.
“Sejauh ini saya melihat belum ada perubahan yang nyata. Pertumbuhan ekonomi kita masih tergantung pada APBD dan APBK. Jadi belum ada yang signifikan,” kata Rustam Effendi.
Menurutnya, ada yang aneh dengan kondisi Aceh hari ini. Kemiskinan bertambah disaat dana Otsus ada.
Mengapa hal ini terjadi? Apa solusi yang harus dilakukan pemerintah Aceh? Berikut wawancara langsung Rustam Effendi, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, dengan mediaaceh.co di salah satu warung dekat Jembatan Lamnyong, Syiah Kuala, Kota Banda Aceh:
Bagaimana menurut Anda pertumbuhan ekonomi Aceh di 2015?
Saya tak memiliki data resmi. Namun sejauh ini saya melihat belum ada perubahan yang nyata. Pertumbuhan ekonomi kita masih tergantung pada APBD dan APBK. Jadi belum ada yang signifikan.
Kalau soal peran Badan Usaha Milik Aceh (BUMA) bagaimana?
Saya pikir juga belum menunjukan peran yang berarti. Mungkin ada persoalan di tiap BUMA tadi. Ada persoalan masing-masing. Ini sebetulnya harus segera dibenahi.
Persoalan seperti apa?
Saya lihat seperti ini. Saboh-saboh beh (satu persatu ya). PDPA kan berbentuk PD atau perusahaan daerah. PDPA masih diselimuti konflik. Banyak persoalan. Kemudian ada persoalan hukum lagi, terkait gugatan siapa itu? Syukri Ibrahim. Secara hukum kan dia.
Namun menurut saya, yang harus dilakukan di PDPA itu seharusnya mengubah badan hukum. Dari PD ke PT.
Kalau PD itukan pengawasannya pemerintah. Sedangkan kalau PT itu bisa masuk pihak ketiga. Kalau ada pihak ketiga, maka akan lebih professional. Kebiasaannya begitu.
Kalau PT Investa, badan hukumnya mungkin sudah ada. Tapi dana operasionalnya belum ada.
Genap Mufakat itu sudah lama mati. Itu tak usah dibahas lagi. Seharusnya ada BUMD lain yang didirikan untuk mengambilalih tugas Genap Mufakat ini.
Saat ini tinggal Bank Aceh dan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) Mustaqin Sukamakmur. Mengapa dua yang ini bisa berjalan? Saya pikir mungkin seperti Bank Aceh karena berbadan hukum PT. Jadi ada pihak ketiga yang bisa masuk. Itu asumsi saya ya.
Anda pernah mendengar soal kawasan Kapet?
Ya pernah. Yang di Ladong itu kan?
Bagaimana pendapat Anda soal Kapet? Soalnya sampai sekarang tidak kejelasan kelanjutan pembangunannya!
Kapet di Ladong semestinya dilanjutkan. Ini karena investasi Pemerintah Aceh di sana sangat besar. Pembebasan tanah berapa coba? Kalau tidak dilanjutkan, maka akan rugi besar.
Kapet itu, kalau saya tidak salah, ada badan yang mengelolanya! Ada orangnya. Gubernur semestinya bisa memanggil mereka, serta menanyakan persoalan yang terjadi.
Tidak ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan. Nanti pemerintah bisa membentuk tim. Apapun namanya nanti. Merekalah yang menganalisi persoalan di Kapet. Mereka yang membedahnya dan mencari solusi.
Kalau ditinggalkan, justru pemerintah yang akan rugi. Bukan sedikit uang yang diinvestasi di sana.
Memangnya kita sudah memiliki banyak uang sehingga bisa dibuang cuma-cuma? Kan gak. Itu uang rakyat. Ada pertanggungjawabannya.
Menurut Anda, apa yang perlu dilakukan agar semua BUMA Aceh bisa berkembang?
Gubernur semestinya perlu memanggil tim, termasuk yang mengelola BP Kapet. Tanya persoalannya apa dan dicari solusi. Kalau tidak tahu (masalahnya apa-red) yang bentuk tim. Mereka nantinya yang menganisis. Apa persoalannya? Apa yang harus dilakukan.
Tim inikan seperti dokter. Kalau misalnya dokter local menganalisir secara hukum, bahwa ke dokter spesialis hingga ke Medan. Kalau seandainya masih belum sembuh, ya bawa hingga ke Malaysia. Saya jamin pasti ada solusinya.
Kita uangnya banyak, terutama Otsus. Kenapa saat Otsus tinggi, tapi kemiskinan juga banyak? Inilah persoalannya.
Menurut Anda mengapa?
Berarti tim yang menganalisis ekonomi kita salah dalam mengambil kebijakan. Uangnya tidak berputar.
Kalau saya jadi gubernur, itu di tahun pertama, kalau itu terjadi akan saya panggil. Saya tanya kenapa seperti ini? Kenapa saat uang kita banyak justru penduduk miskin bertambah? Ini harus diperbaiki. Pada tahun kedua kebijakan diubah sehingga tak mengulang hal yang sama dan seterusnya.
Soal target pertumbuhan ekonomi di Aceh yang dipasang oleh pemerintah Aceh juga sangat tinggi. Sedangkan realisasinya justru rendah.
Pemerintah memasang target pertumbuhan ekonomi selalu tinggi setiap tahunnya. Sekitar 6,2 atau 6 persen. Sedangkan realisasi setiap tahunnya cuma bisa 4 dan kisarannya. Akhirnya kalau kita lihat, grafik pertumbuhan ekonomi geutanyoe lagee babah buya.
Target pertumbuhan ekonomi setiap tahun kan selalu mengalami peningkatan. Sedangkan realisasi rendah dan makin lama, antara target dan realisasi, makin beda jauh. Jadi terlihat seperti mulut buaya.
Seharusnya, pemerintah Aceh memasang target yang rill. Ini karena pertumbuhan ekonomi Aceh masih sepenuhnya tergantung dengan APBD. Kemudian setiap tahunnya bisa diperbaiki. Sehingga persoalan yang sama tak terus terulang.
Menurut Anda, apa yang harus dilakukan Aceh untuk menghadapi masa-masa setelah dana Otsus habis?
Aceh harus secepatnya keluar dari ketergantungan dana Otsus dan APBA. Semua ini perlu persiapan. Salah satunya ya melalui BUMA tadi. Tidak bisa, ya belajar. Kirim tim untuk belajar ke daerah yang BUMD-nya berjalan bagus.
Ini harus segera dipersiapkan. Kita tak boleh terlena dengan banyaknya dana Otsus. Ini akan segera habis.
Pemerintah harus mempersiapkan BUMA. Atau pemerintah perlu meciptakan banyak BUMA. Nanti mereka lah yang menangani bidang bisnis di Aceh. Saat Otsus habis, mereka bisa mengambilalih dan bisnis telah jalan.
Saat ini kita punya uang dan SDM. Namun yang tidak ada apa? Anda bicara menjawab sendiri. []
Discussion about this post