JALAN negara yang menghubungkan Kecamatan Krueng Raya dengan Kota Banda Aceh tampak sepi, Selasa pagi. Tepatnya di Dusun Ujong Kareng, Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Hanya satu dua sepeda motor yang melintas dalam hitungan menit. Di sebelah kiri, beberapa pasang muda-mudi terlihat asik menikmati suasana laut dari atas pondok kecil yang dibangun di atas tanggul.
Sedangkan di sisi kanan, ada dua kerangka bangunan berbentuk gerbang. Namun belum sempurna.
Bangunan itu tersambung dengan jalan aspal yang melingkar hingga puluhan meter. Ranting pohon serta kotoran lembu tersebar sepanjang jalan tadi. Baunya menyengat. Sepertinya jalan itu jarang dilintasi sepeda motor atau mobil.
Seorang pemuda tiba-tiba menyapa mediaaceh.co dari dekat gerbang. Ia mengaku bernama Madi.
“Inilah lokasi Kawasan Ekonomi Terpadu Bandar Aceh Darussalam (Kapet-BAD),” katanya tersenyum.
Menurut pria berbadan kekar ini, lokasi Kapet-BAD sudah lama terbengkalai. “Hanya ada dua bangunan di dalam. Itupun kosong. Tak pernah beroperasi sejak dibangun hingga sekarang. Mati suri dan tak tahu kapan berdenyut kembali,” katanya lagi.
“Tadinya kami berharap keberadaan Kapet ini bisa memajukan kawasan Ladong. Paling tidak, akan menyerap ribuan tenaga kerja lokal seperti kami. Namun harapan ini sia-sia,” ujar lagi.
Sepeda motor kami kemudian menelusuri jalan aspal dalam kawasan Kapet. Namun ujung aspal terputus di dekat dua bangunan besar yang kini tergembok dari luar.
“Satu bangunan di sisi kanan, katanya untuk pabrik kulit. Namun sejak dibangun akhir 2014 hingga sekarang tak pernah beroperasi. Sedangkan satu lagi saya tak tahu bangunan apa. Namun hingga kini juga tak pernah difungsikan,” kata Madi.
+++
KAWASAN Ekonomi Terpadu Bandar Aceh Darussalam (Kapet-BAD) merupakan megaproyek yang diluncurkan oleh Pemerintah Aceh seusai tsunami.
Berdasarkan data yang dimiliki mediaaceh.co, luas kawasan itu sekitar 56 hektare, dari yang ditargetkan 100 hektare pada jangka menengah dan 250 hektare untuk jangka panjang.
“Proses pembebasan lahan, kalau tidak salah saya, dimulai sejak akhir 2008. Ada beberapa tahap pembayaran. Banyak pemilik tanah di sini yang kaya mendadak. Mungkin untuk proses pembebasan tanah saja mencapai ratusan miliar,” kata Wardi, salah seorang warga Ladong.
“Namun ya seperti itu. Usai pembebasan tanah, aspal hingga beberapa ratus meter, akhirnya terbengkalai seperti sekarang. Kalau memang tak ada niat, jangan dibangun dan dibeli. Uang itu bisa digunakan untuk kegiatan lagi yang lebih dibutuhkan,” ujarnya lagi.
Sementara itu, dikutip dari Serambi Indonesia, BP Kapet BAD merupakan satu-satunya Kapet yang berada di kawasan barat Indonesia. Wilayahnya meliputi Kota Banda Aceh, Lhok Nga, Peukan Bada, Kota Baro, Seulimum, Darussalam, Aceh Besar, Padang Tiji, Muara Tiga, Batee, Kota Sigli dan Pidie.
“Kapet BAD memiliki nilai strategis bagi investasi. Karena, selain berada di pintu masuk jalur perdagangan dunia paling sibuk, yaitu Selat Malaka, juga dalam konteks Asean, Kapet BAD termasuk dalam wilayah kerja sama regional negara-negara Asean yang tergabung dalam kerja sama bilateral Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT),” jelas Mustafa Hasjbullah.
Peluang investasi yang dimiliki Kapet BAD, katanya, antara lain sektor perikanan, peternakan, pertambangan, industri dan pariwisata.
“Dari 250 hektare lahan yang dibutuhkan Kapet, 56 hektare di antaranya telah dibebaskan Pemerintah Aceh,” kata Wakil Kepala BP Kapet BAD, Ir H Mustafa Hasjbullah, kepada Serambi, disela acara acara sosialisasi kawasan industri kepada aparatur pemerintah, yang berlangsung di Hotel The Pade, Rabu 5 November 2013 lalu.
+++
Baik Wardi dan Madi, berharap pemerintah bisa kembali memberikan perhatian untuk kawasan Kapet di Ladong.
“Saat ini menyedihkan jika melihat Kapet. Hanya sapi dan kambing yang berkeliaran di lokasi ini setiap harinya. Hasil yang ada, hanya taik lembu yang berserakan,” kata Madi.
Wardi menambahkan, pihaknya merasa serbasalah dengan keberadaan kawasan Kapet di Ujong Kareng.
“Kawasan Kapet ini mencapai kaki gunung. Masyarakat tak bisa lagi berladang karena tanah sudah dibeli Pemerintah Aceh. Namun pemerintah tak juga memanfaatkan lahan ini. Terbengkalai. Takutnya kalau ada warga yang berladang di kawasan ini, akan diperkarakan,” katanya. []
Discussion about this post