MEDIAACEH.CO – Sebanyak 110 wartawan tewas sepanjang tahun 2015, menurut laporan Reporter Lintas Batas (RSF) yang dirilis pekan ini. Meskipun sebagian wartawan tewas di negara-negara berkonflik seperti Irak dan Suriah, RSF mencatat bahwa sebagian besar wartawan tewas di negara-negara yang dinilai aman, seperti Perancis.
Laporan RSF yang dirilis pada Selasa (29/12) mencatat sebanyak 67 wartawan tewas karena dibunuh. Dari jumlah tersebut, sebanyak 49 di antaranya dibunuh dengan cara ditargetkan karena profesi mereka, dan 18 lainnya tewas ketika melakukan peliputan.
Sementara, sebanyak 43 wartawan berasal dari berbagai negara terbunuh tanpa alasan yang jelas. RSF tidak dapat memastikan alasan kematian mereka, dan biasanya terjadi karana adanya imunitas terhadap pelaku serangan kepada wartawan di beberapa wilayah, seperti di Amerika Selatan, Timur Tengah, dan sub-Sahara Afrika.
Dari 110 wartawan yang tewas, sebanyak 27 di antaranya merupakan pewarta warga atau jurnalis amatir, dan tujuh di antaranya merupakan pekerja media. Dari total 110 wartawan yang tewas, terdapat dua wartawan wanita, terdiri dari satu wartawan asal Somalia, dan satu lainnya dari Perancis.
“Mayoritas bukan wartawan yang berada di tempat yang salah pada waktu yang salah dalam serangan bom. Mereka wartawan yang dibunuh agar mereka berhenti melakukan pekerjaan mereka,” kata Sekjen RSF, Christophe Deloire kepada Reuters.
“Hari ini, jika Anda seorang wartawan, bahkan jika Anda hanya memiliki pembaca di negara Anda, Anda membuka diri untuk orang dari sisi lain dunia, ekstremis agama, yang bisa menempatkan Anda dalam daftar hitam, dan kemudian orang lain datang dan membunuh Anda,” kata Deloire.
Dalam persentase jumlah wartawan yang tewas tahun ini, sebanyak 36 persen di antaranya tewas dalam zona perang, sementara 64 persen di antaranya tewas di luar zona perang. Persentase ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan tahun lalu, di mana dua pertiga dari jumlah wartawan yang tewas terbunuh di medan perang.
“Wartawan dapat terbunuh di kota-kota yang jauh dari konflik bersenjata, seperti yang terjadi dalam serangan di [kantor majalah satire] Charlie Hebdo di Paris pada 7 Januari lalu,” bunyi laporan RSF.
Penerbit Charlie Hebdo, Riss menyatakan pada 8 Oktober lalu, “Kami hampir tidak pernah mengirim jurnalis ke medan perang. Pada 7 Januari, perang yang mendatangi kami.” Serangan di kantor Charlie Hebdo yang diluncurkan oleh tiga ekstremis bersenjata menewaskan delapan wartawan.
Sementara di negara-negara berkonflik, sebanyak 11 wartawan tewas di Irak dan 10 lainnya tewas di Suriah tahun ini. Kedua negara ini pun termasuk dalam daftar negara yang “mematikan” untuk wartawan, disusul dengan Yaman, Sudan Selatan, India, Meksiko, Filipina, dan Honduras.
Jika dihitung dalam satu dekade terakhir, yaitu sejak 2005, total 787 wartawan tewas ketika tengah melakukan pekerjaan mereka, atau dalam situasi yang terkait dengan pekerjaan mereka.
Sumber: cnnindonesia.com
Discussion about this post