“Ketiadaan bioskop, nyenyaknya pemerintah di tengah gencarnya anak muda memproduksi film secara independen, adalah dua hal yang mengganjal dalam benak kita dewasa ini. Untuk itu, memperbincangkannya di Terassore adalah sebuah upaya kecil menjebol tembok-tembok itu.”
MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Komunitas Kanot Bu, sebuah komunitas yang konsen bergerak di jalur seni dan budaya di Banda Aceh akan kembali menggelar TerasSore, yaitu sebuah acara diskusi, kopi dan akustik, Selasa sore, 29 Desember 2015.
Sesuai tagline-nya, acara yang digelar ke lima kalinya ini berupa diskusi rutin anak muda lintas hobi yang dipandu oleh seorang host tetap dengan menghadirkan pembicara untuk mengupas sesuatu topik, yang di sela-selanya para peserta bisa ngopi bareng sambil mendengar dan menyaksikan penampilan musik akustik.
Topik yang diangkat dalam diskusi beragam. Namun di TerasSore keberagaman itu diuraikan dalam sebuah cara pandang yang sama, yaitu topik-topik yang dipilih direspon oleh peserta dan pembicara berdasarkan sudut pandang seni.
TerasSore telah digagas dan dilaksanakan saban bulan oleh Komunitas Kanot Bu. Lokasi acaranya dipusatkan di markas komunitas Kanot Bu di Bivak Emperom, Jl. Cut Nyak Dhien, No. 362, Gp. Emperom, Kec. Jaya Baru, Kota Banda Aceh, Samping Kantor BKSDA.
Untuk acara besok, tema yang diangkat yaitu THE SINEMAOP; Sineas dan Realitas.
“Terassore kali ini mengangkat dunia perfilman sebagai topik diskusi utama. Memperbincangkan bagaimana pergelutan sineas dengan kenyataan sosial dan kaitannya dengan modal,” ujar Tepank Fajriman, pengarah acara, Senin malam 28 Desember 2015 di Banda Aceh.
Alasan pemilihan tema ini, menurut Tepank, adalah karena dunia perfilman atau sinema di Aceh tak ubahnya Maop, yang dalam bahasa Aceh bermakna hantu yang tak akan tervisualisasikan. Maop juga tak terkonstruksi oleh siapa pun visualnya.
Ia mengatakan, di tengah arus informasi canggih sekarang ini minat anak muda di Aceh masuk dan bergelut dalam dunia perfilman semakin membumi. Ini bisa dilihat dari tumbuhnya komunitas-komunitas indipenden yang khusus berkhidmat dalam ranah perfilman.
“Juga bisa dilihat dari event-event festival film dokumenter yang tiap tahun diselenggarakan oleh Aceh Documentary Competition, misalnya.”
Menurut Tepank, kehadiran dan keberadaan komunitas-komunitas atau event-event di satu pihak memang telah mampu memancing kreativitas anak muda dalam berkarya. Namun, khususnya di dunia perfilman dokumenter, hal ini dianggap masih belum cukup.
Alasannya, kata Tepank, kehadiran dan keberadaan komunitas-komunitas atau event-event itu masih berada di tengah realitas sosial tanpa koridor dan belum berpola.
“Ketiadaan bioskop, nyenyaknya pemerintah di tengah gencarnya anak muda memproduksi film secara independen, adalah dua hal yang mengganjal dalam benak kita dewasa ini. Untuk itu, memperbincangkannya di Terassore adalah sebuah upaya kecil menjebol tembok-tembok itu,” ujar Tepank.
Sementara itu, acara terassore besok akan menghadirka tiga sineas nasional sebagai pembicara. Mereka adalah Ismail Basbeth, Tedika Puri Amanda dan Taufan Agustian Prakso.
Ketiga pembicara ini merupakan sineas yang telah menghasilkan banyak karya film. Mereka juga terlibat dalam banyak project perfilman di dalam dan luar negeri.
Discussion about this post