MEDIAACEH.CO, Meulaboh – Anggota dewan bersama eksekutif membahas diskriminasi yang dilaporkan pekerja wanita Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Blang Beurandang, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat.
Dalam pertemuan yang dipimpin Wakil Ketua DPRK H Kamarudin, SE di aula kantor DPRK Aceh Barat, Senin, tersebut turut menghadirkan managemen PT Pertamina (persero) wilayah Aceh sebagai upaya penyelesaian masalah.
“Apa yang dilaporkan oleh pekerja SPBU Blang Beurandang ini menurut kami adalah satu bentuk penindasan. Kami sangat mendukung usulan teman-teman anggota dewan untuk merekomendasikan penghentian distribusi penjualan minyak pemerintah pada SPBU tersebut,” kata Kamarudin.
Pertemuan tersebut bertujuan memfasilitasi pekerja dengan pengusaha serta menghadirkan pihak lebih berkompeten yakni PT Pertamina, akan tetapi managemen SPBU yang dilaporkan tidak hadir setelah surat undangan disampaikan.
Enam orang perempuan pekerja SPBU Nomor 14.236.468 Jalan Meulaboh-Tutut Desa Blang Beurandang, Aceh Barat melaporkan perlakuan managemen SPBU tersebut yang diduga melakukan manipulasi pembayaran gaji serta memperlakukan mereka diluar kewajaran pekerja pada sebuah perusahaan.
Sejumlah anggota dewan meminta pertangung jawaban dari PT Pertamina yang mempercayakan pengelolaan penjualan BBM pada SPBU bersangkutan, karena dari laporan yang diterima terjadi pelanggaran Undang-Undang terkait Ketenagakerjaan.
“Meskipun persoalan tenagakerja bukan wewenang Pertamina, tapi kami rasa ada poin-poin penting perjanjian secara Undang-Undang yang mengatur semua itu. Tidak mungkin mengabaikan hak-hak pekerja dalam satu pendirian izin usaha demikian,” kata Bustan Ali politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan.
Sementara itu Kepala Dinas Sosial Tenagakerja dan Transmigrasi (Kadisosnaketrans) Aceh Barat Syahtriza Putra Utama menambahkan, bahwa pelanggaran menyangkut Undang-Undang Ketenagakerjaan dilakukan SPBU tersebut juga pernah dilaporkan pekerja pada 2010.
“Setelah ada laporan itu PT Pertamina sudah pernah mengirimkan peringatan dan tembusannya ada pada kami. Ternyata kejadian serupa terulang karena itu kami meminta komitmen Pertamina menyangkut pengaduan pekerja tersebut,” tegasnya.
Syahtriza menyampaikan, ada beberapa temuan setelah dilakukan peninjauan lapangan, seperti tidak dilakukannya wajib lapor ketenagakerjaan sesuai UU Nomor 7 Tahun 1981, kemudian pembayaran upah yang tudak sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 Jo Pergub Aceh Nomor 78 tahun 2014 tentang UMP Aceh 2015.
Kemudian tidak ada perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, pekerja juga tidak diikut sertakan BPJS dan yang ditemukan kondisi dilapangan tidak ada penjadwalan shift yang jelas memuat hak-hak normatif pekerja.
Managerial PT Pertamina wilayah Aceh yang diwakili Fahri Rizal menyampaikan, secara kebijakan dirinya tidak dapat menyampaikan bisa atau tidaknya dilakukan pemutusah hubungan usaha pendistribusian BBM pada SPBU bersangkutan.
“Kalau kita apapun rekomendasi, tanpa ada rekomendasipun kita bisa memberikan teguran terkait masalah ini. Kalau pemeriksaan selalu kita lakukan di SPBU itu tidak ada masalah, kalau menyangkut persoalan gaji kita tidak butuh,” sebutnya.
Fahri menyampaikan, pada prinsipnya PT Pertamina bertangung jawab dan mengawasi aktivitas seluruh SPBU yang ada di Aceh terutama diprioritaskan adalah menyangkut masalah BBM.
Persoalan kebijakan sampai kepada tahapan pemutusan hubungan usaha menurut dia terlalu muluk-muluk, karena kejadian tersebut hanya persoalan gaji pekerja pada sebuah usaha yang harusnya dapat diselesaikan.
“Kita punya tahapan, teguran, peringatan, penghentian pasokan PHO. Kita tidak bisa langsung masuk pemutusan hubungan usaha, karena punya sanksi sesuai porsinya masing-masing,” imbuhnya.
Meski demikian kata dia, apapun kebijakan sanksi dapat diberikan oleh managemen, apalagi sudah menciderai image dari PT Pertamina bukan pengusaha SPBU, akan tetapi semua itu membutuhkan pertimbangan seksama tanpa ada pihak yang dirugikan termasuk masyarakat sekitar.
Sementara itu pimpinan managemen SPBU Blang Beurandang belum dapat dikonfirmasi karena tidak hadir dalam pertemuan tersebut, demikian halnya saat didatangi pada kantor SPBU bersangkutan tidak ada pihak berkompeten yang bersedia untuk diwawancarai.[]
Sumber: Antara
Discussion about this post