DESA ini dikelilingi oleh sungai kecil. Ada puluhan hektare tambak serta hamparan pohon bakau muda yang baru ditanam usai tsunami.
Deretan rumah bantuan tipe 36 memenuhi hampir setengah desa. Ratusan warga menjadi korban kedahsyatan ‘Ie Beuna’ di akhir tahun 2004 lalu.
Di sela-sela rumah warga, ada ratusan nisan kuno yang berserakan tak beraturan. Konon, nisan-nisan tersebut merupakan makam para prajurit pasukan Di Lamnga yang gugur saat melawan Belanda.
Ada juga nisan para bangsawan Aceh dari abad 18. Ini diketahui dari bentuk nisan yang sedikit berbeda.
Di sisi kiri masjid, ada makam panglima besar perang Aceh, Teuku Nyak Makam. Konon Teuku Nyak Makam dikuburkan tanpa kepala usai dipancung oleh Belanda.
Ya, lokasi tersebut terletak di Desa Lamnga, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Lamnga merupakan daerah bekas tsunami.
Lamnga berjarak 12 kilometer sebelah timur Banda Aceh. Dahulunya Lamnga masuk dalam Mukim 13 Sagi 26. Desa ini terkenal dengan catatan perang Aceh sejak dahulu kala.
Desa Lamnga adalah tempat kedudukan uleebalang. Pada masa Kerajaan Aceh merupakan daerah bibeuh (bebas langsung) di bawah sultan. Wilayahnya mencakup hingga Mukim Ie Meule Sabang (Pulau Weh).
Dua panglima perang yang terkenal berasal dari Lamnga Pasi adalah Teuku Nyak Makam dan Teuku Ibrahim Lamnga.
Teuku Ibrahim Lamnga sendiri merupakan panglima perang yang juga suami pertama dari Cut Nyak Dhien.
Dari catatan sejarah diketahui, bahwa Teuku Ibrahim Lamnga lah yang mengajari Cut Nyak Dhien berperang serta belajar pedang. Teuku Ibrahim wafat dalam di Gle Tarum, pada 29 Juni 1878. Teuku Ibrahim dimakamkan di Desa Lamnga Montasik.
“Menurut cerita orang tua terdahulu, Desa Lamnga memang sejak dulunya adalah medan perang. Makanya namanya sering disebut dengan Lamnga Pasi atau Lamnga Seugeupoh,” kata Geuchik Desa Lamnga, M. Ali Ibrahim, kepada penulis, beberapa waktu lalu.
“Maksud Seugeupoh, siapa saja yang lari ke Lamnga untuk menyelamatkan diri dari Belanda, akan dibela. Sedangkan Belanda yang ingin menyeberangi Lamnga akan diperangi,” ujarnya.
M. Ali juga mengatakan hampir di setiap sudut kampung di Lamnga terdapat nisan kuno.
“Karena memang dasarnya medan perang. Dulu warga Lamnga tinggal di area tambak sekarang. Namun konon, dulunya ada musibah Ie Beuna, jadi masyarakat pindah ke area yang lebih tinggi atau perkampungan sekarang ini,” ujarnya lagi.
M. Saleh, warga lainnya mengatakan cerita tentang Lamnga ini diwariskan secara turun temurun dari para orang tua. Sejumlah warga di sana berharap ada perhatian dari Pemerintah Aceh untuk desa ini.
“Semoga ke depan, kuburan tokoh di Lamnga dapat dipugar dengan baik,” katanya.
Discussion about this post