MEDIAACEH.CO, Meulaboh – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Meulaboh, mendesak Aparat Penegak Hukum memproses secara hukum Pelaku Penganiayaan terhadap Nara Pidana (Napi) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II B Meulaboh.
Hal tersebut menanggapi adanya dugaan kasus kekerasan yang dilakukan oknum Sipir terhadap Islamuddin (31), warga binaan yang sedang menjalani hukuman di LP tersebut.
“Ia diduga telah menjadi korban tindakan kekerasan dan penyiksaan dan telah melaporkan perkara yang dialaminya ke Polres Aceh Barat dan kepada LBH Banda Aceh Pos Meulaboh,” kata Koordinator LBH Banda Aceh Pos Meulaboh, Chandra Darusman, SH, MH, kepada mediaaceh.co dalam siaran persnya, Sabtu, 14 November 2015.
Dikatakan Chandra, kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap napi bukanlah hal yang pertama terjadi di LP Kelas II B Meulaboh.
“Awal Januari 2014, seorang napi yang benama Ade Saswito meninggal dunia karena tindakan kekerasan yang dilakukan oleh petugas Lapas setempat,” ujarnya.
Selain itu, pada Agustus 2014, seorang warga binaan lain yang berinisial AW (42) juga menjadi korban tindakan penganiayaan oleh oknum petugas dan pada bulan Juni 2015, juga terjadi kejadian serupa terhadap Roma Farma (22) yang juga menjadi korban penganiayaan.
Menurut Chandra, terjadinya tindakan kekerasan dan penganiayaan yang berulang terhadap warga binaan yang dilakukan oleh oknum petugas lapas menunjukan adanya relasi yang buruk antara negara dengan warga negara.
Peristiwa demi peristiwa menunjukkan adanya kegagalan manajemen dan lemahnya pengawasan secara institusional.
“Peristiwa ini memperlihatkan minimnya kualitas pengawasan dan pembinaan dari pimpinan serta rendahnya perspektif penghormatan petugas Lapas terhadap hak-hak asasi warga binaan,” ungkapnya.
Sejatinya, kata Chandra, keberadaan Lembaga Pemasyarakatan harusnya mampu menjadi sarana pembinaan terhadap seluruh warga binaan agar pada saat mereka selesai menjalani masa hukuman, mereka dapat hidup dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat.
“Tindakan kekerasan di Lapas merupakan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia. Petugas Lapas seharusnya paham bahwa tahanan maupun narapidana berhak mendapatkan perlakuan yang layak,” ujarnya.
Chandra menambahkan, warga binaan berhak mendapatkan perlindungan hukum dan fisik yang maksimal sebagaimana dijamin oleh Pasal 28G ayat (2) UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 10 ICCPR (UU Nomor 5 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICCPR), Pasal 30 dan 34 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 2 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (UU Nomor 5 Tahun 1998).
“Bahkan tindakan ini juga merupakan tindak pidana kekerasan terhadap orang sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP,” kata Chandra.
Ia mendesak Kementerian Hukum dan HAM melalui Kantor Wilayah Aceh, segera melakukan pemeriksaan dan memproses secara hukum kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan di Lapas khususnya di Lapas Kelas IIB Meulaboh.
“Baik terhadap individu maupun kelembagaan dan memberikan perlindungan terhadap korban dengan memastikan korban berada pada situasi dan kondisi yang aman,” ujarnya.
Serta, Chandra menambahkan, Kanwil Kemenkumham Aceh juga melakukan pengawasan secara intensif terhadap seluruh Lapas di Aceh agar tidak terjadi tindakan-tindakan unprosedural di seluruh Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Aceh.
Selain itu, Chandra juga mendesak pihak Kepolisian Resor Aceh Barat untuk memproses kasus ini secara profesional, proporsional dan transparant menurut ketentuan hukum yang berlaku.
“Masyarakat juga kami imbau untuk aktif dalam mengawasi dugaan tindakan kekerasan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan dan melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian maupun kepada pihak berwenang lainnya,” katanya menambahkan.
Discussion about this post