MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Politisi Partai Aceh sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky meminta Pemerintah Pusat segera memenuhi seluruh konsesus politik terhadap Aceh sebagaimana telah disepakati dalam Moratorium of Understanding (MoU) antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki 15 agustus 2005 silam.
Dia juga meminta ketua Crisis Management Initiative (CMI) Martti Ahtisaari selaku mantan mediator perdamaian RI-GAM turut mengawal proses implementasi konsensus tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Iskandar menyikapi puncak peringatan 10 tahun MoU Helsinki dan perdamaian Aceh, Sabtu, 14 November 2015. Acara tersebut turut dihadiri langsung Wakil Presiden Jusuf Kalla sekaligus tokoh yang mempelopori perdamaian di Aceh.
“Sudah 10 tahun sejak MoU Helsinki ditandatangani, tapi faktanya sampai hari ini kewenangan yang dijanjikan bagi Aceh masih gantung dan bahkan ada yang sama sekali tidak terakomodir melalui UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh,” ujar Iskandar.
Iskandar berpandangan, momentum peringatan 10 tahun MoU Helsinki ini adalah saat yang tepat mengingatkan kembali komitmen pemerintah pusat terhadap Aceh. “Semua pihak yang berkepentingan memajukan Aceh harus melakukan desakan,” tegasnya.
Menurut dia, desakan tersebut penting dilakukan oleh semua pihak termasuk mendorong pemerintah pusat agar semua kewenangan yang dijanjikan khusus bagi Aceh dapat terealisasi. Terlebih lagi terkait penuntasan program reintegrasi serta pemberdayaan mantan kombatan, tapol/ napol dan masyarakat korban konflik.
“Ini merupakan tugas semua pihak yang menginginkan agar perdamaian di Aceh dapat berlangsung abadi, termasuk mediator perdamaian RI-GAM yaitu Bapak Martti Ahtisaari selaku Ketua CMI,” ungkapnya.
Iskandar yang juga mantan aktivis mahasiswa ini menjelaskan, Martti Ahtisari sebagai pihak yang memprakarsai dan terlibat dalam proses perdamaian RI-GAM punya tanggung jawab moral terhadap tindak lanjut hasil perundingan tersebut.
“Selain berterima kasih kepada beliau, Saya juga harus sampaikan bahwa Pak Martti mestinya juga bertanggungjawab terhadap implementasi seluruh kesepakatan yang diprakarsainya itu,” katanya.
Sementara di sisi lain, dalam hal kewenangan yang sudah dimiliki saat ini, Iskandar mengingatkan agar pemerintah Aceh bersama-sama pemerintah kab/ kota melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola anggaran dan manajemen pembangunan. Momentum peringatan perdamaian ini, lanjut dia, mestinya digunakan sebagai sarana melakukan pembenahan.
“Perdamaian sejatinya harus ditujukan bagi kedamaian seluruh rakyat, yang terwujud melalui peningkatan kesejahteraan, terbukanya lapangan kerja dan tumbuhnya sektor usaha masyarakat. Bukan cuma pejabatnya saja,” ujar Iskandar Usman Al-Farlaky.









Discussion about this post