GUBERNUR Aceh Zaini Abdullah melantik Muhsin SE, MM menjadi Direktur Utama Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA), Senin 9 November 2015 lalu. Namun pelantikan ini dinilai tidak akan mampu memperbaiki manajemen PDPA.
Pasalnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan keputusan PTTUN terkait gugatan Syukri Ibrahim yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
PDPA di bawah kendali Muhsin SE, MM juga dikhawatirkan tak akan bisa berbuat banyak, seperti halnya saat Dirut PDPA dikendalikan oleh Nasruddin Daud, serta Sayed Fakhry.
Lantas seperti apa tanggapan Syukri Ibrahim terkait pelantikan Muhsin SE, MM sebagai Dirut PDPA oleh Gubernur Zaini?
Sebagaimana yang diketahui, Syukri Ibrahim dilantik sebagai Dirut PDPA pada 2 Oktober 2012. Ia dilantik oleh Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, untuk masa jabatan selama empat tahun. Namun, hanya berselang enam bulan, yaitu pada 13 Maret 2013, Syukri diberhentikan oleh Gubernur Zaini. Saat diberhentikan, Syukri sedang berada di Malaysia.
Atas pemecatan itu, pada 3 Oktober 2013 Syukri mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh. Gugatan itu dikabulkan. Dalam putusannya PTUN meminta Gubernur Aceh mengembalikan jabatan Syukri Ibrahim sebagai Dirut PDPA.
Putusan tersebut diperkuat lagi oleh putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan.
Berikut wawancara langsung wartawan mediaaceh.co dengan Syukri Ibrahim di salah satu warung kopi di Banda Aceh:
Bagaimana Anda melihat pelantikan Dirut baru PDPA?
Saya menilai ini hanya seremonial biasa dan bukan yang pertama setelah saya. Sayangnya, pak Muhsin hanya akan menjadi korban berikutnya dari sikap Gubernur Zaini yang tidak taat hukum.
Dirut baru PDPA hanya akan menjadi korban. Sebelumnya sudah ada pak Nasruddin dan Sayed Fakhry. Mereka kan tak bisa berbuat apa-apa? Ini karena keputusan keputusan PTTUN terkait gugatan saya sudah inkrah dan berkekuatan hukum tetap, tapi pak Gubernur Zaini tetap tak mau menaatinya.
Dengan kata lain Dirut baru PDPA hanya akan menjadi korban kebijakan gubernur yang tak taat hukum?
Ya, yang kita sesalkan, sebenarnya di sekeliling gubernur itu ada banyak orang-orang yang mengerti hukum. Demikian juga dengan pejabat di birokrat Aceh. Namun mereka sangat takut hilang jabatan.
Sayangnya, mereka tak mau menyampaikan aturan hukum yang benar kepada gubernur Aceh. Akibatnya kebijakan yang diambil selalu salah. Yang dirugikan terkait persoalan ini siapa? Ya, masyarakat Aceh. Aceh tak dapat berbisnis.
Berapa lama kita mau kondisi seperti ini? Janganlah karena benci terhadap Syukri Ibrahim hingga membuat Aceh semakin lama tak dapat berbisnis, Aceh sangat kaya sumber daya alam nya serta Aceh juga berada di jalur strategis ekonomi dunia, tapi Aceh masih tidak dapat memanfaatkan kesempatan ini.
Kalau dulu Anda menggugat Gubernur Aceh kenapa?
Perlu saya tekankan, saya menggugat bukan karena saya ingin diangkat kembali sebagai Direktur Utama PDPA. Saya hanya ingin membersihkan nama baik saya serta menunjukkan bahwa pemecatan oleh Gubernur Aceh itu melanggar hukum.
Hal ini terbukti, gubernur memang tidak mempunyai alasan yang jelas memecat saya, sehingga saya menang di PTUN.
Saya juga melayangkan gugatan ini karena ingin menjaga keberlanjutan semua komitmen bisnis yang telah ditandatangani sebelumnya, dan saya tidak ingin Aceh dirugikan.
Kita lihat satu contoh bisnis yang sebelumnya sudah saya tanda tangani dengan Pertagas, apa yang terjadi setelah pemberhentian saya sebagai Dirut PDPA secara sepihak oleh Gubernur Aceh? Pertagas melalui PAG secara sepihak juga tetap melanjutkan bisnis receiving terminal gas Arun tanpa melibatkan Aceh. Hal ini dianggap cukup wajar karena sampai sekarang Pemerintah Aceh belum menyelesaikan setoran saham yang disepakati sebelumnya, dan dalam kondisi ini saya melihat Gubernur Aceh tidak mengerti sama sekali terhadap bisnis yang seharusnya dikuasai Aceh, ditambah lagi masukkan atau bisikan asal Bapak senang dari orang-orang di sekeliling Gubernur Aceh.
Apakah Anda akan melakukan upaya hukum baru terkait sikap gubernur yang tak taat hukum?
Sebenarnya semua pihak akan dapat menggugat PDPA dan Gubernur Aceh dengan kondisi Gubernur Aceh tidak taat hukum, tapi apakah Gubernur Aceh sudah siap?
Saya berharap Gubernur Aceh tidak bermain-main dengan jabatan Gubernur Aceh karena itu bukan lah warisan, resikonya bisa fatal juga.
Sekarang kita paket logika saja, secara hukum yang sah Dirut PDPA sampai sekarang ini masih saya dan Gubernur Aceh tidak mengakuinya dan Gubernur terus melantik Dirut PDPA yang baru, misal dalam perjalanannya Dirut PDPA yang baru tersebut melakukan kerjasama bisnis dengan pihak lain, dan hingga suatu ketika mitra bisnis PDPA mengetahui kondisi riil PDPA dengan masalah hukumnya dan mereka menggugat ulang PDPA, siapa yang dirugikan? Dan siapa yang bertanggung jawab?
Walau di sisi lainnya sebenarnya saya bisa saja membuat gugatan baru ke PN berkaitan dengan kerugian materiil dan nonmateriil. Namun, ini belum saya lakukan kerena mempertimbangkan kepentingan Aceh yang lebih luas. Semakin lama PDPA bermasalah, maka Aceh akan semakin dirugikan.
Namun yang menyedihkan, gubernur seperti tetap tak mau menaati putusan hukum. Artinya, PDPA dan Aceh pada umumnya akan semakin lama dalam masalah serta tak dapat berbisnis. Menurut Anda siapa yang dirugikan? Masyarakat lah yang menanggung ini semua.
Anda tak pernah duduk dengan Gubernur Aceh untuk membahas hal ini?
Pertanyaan ini sebenarnya untuk gubernur. Kalau saya siap kapan saja. Namun masalahnya, ada tidak niat baik yang sama dari Gubernur Aceh saat ini?
Anda harus mengetahui, bahwa dalam UUPA dijelaskan bahwa Pemerintah Aceh menjalankan bisnisnya melalui BUMA atau Badan Usaha Milik Aceh. Saat ini BUMA di Aceh hanya ada 5, yaitu Bank Aceh, Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) Mustaqin Sukamakmur, PD Genap Mufakat, PT Investa serta PDPA.
PD Genap Mufakat itu kini terbengkalai, PT Investa bahkan belum lahir, serta dua lainnya perbankan. Nah, yang menjadi harapan Aceh soal bisnis sebenarnya tinggal PDPA. Tapi dengan masalah ini PDPA tidak bisa bergerak. Sedangkan dana Otsus kita akan segera berakhir di 2025.
Harusnya saat Otsus berakhir, PDPA bisa tampil dengan beragam bisnisnya. Namun dengan kondisi sekarang, apa ini bisa terjadi? Kalau PDPA tak bisa diharapkan! Bagaimana Aceh saat Otsus tidak ada lagi nantinya? Ini yang tidak dipikirkan oleh gubernur saat ini.
Terakhir, harapan Anda terkait PDPA?
Saya ingin semua pihak untuk berfikir jernih terkait PDPA. Semua harus melihat kepentingan Aceh yang lebih besar.
Demikian juga dengan orang-orang terdekat dengan Gubernur Aceh. Sampaikan kebijakan yang benar soal aturan hukum. Jangan sampai ego seseorang mengganggu semua bisnis Aceh yang dikendalikan oleh PDPA.
Discussion about this post