MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Samadua (IMPS) kabupaten Aceh Selatan menilai kinerja Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Aceh Kabupaten Selatan sangat menyedihkan dan terkesan jalan ditempat.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Pelajar Samadua (IMPS) Hariyadi dan Dadam Iswanda dalam siaran persnya kepada mediaaceh.co, Kamis, 12 November 2015.
“Terbukti tidak adanya program real dari dinas tersebut dalam pengembangan wisata di bumi pala,” kata Ketua Umum IMPS, Hariyadi.
Kondisi tersebut sungguh sangat memprihatinkan, tambah Hariyadi, dimana potensi wisata Aceh Selatan cukup luar biasa namun tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat.
“Padahal jika pemerintah optimal maka sektor pariwisata ini menjadi peluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Begitu juga dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kabupaten Aceh Selatan. Namun, sayangnya selama ini dikelola secara tidak tepat. “Bahkan cenderung tidak dihiraukan oleh pemerintah,” katanya.
Hariayadi menambahkan, berdasarkan peraturan gubernur nomor 70 tahun 2012 tentang rencana pembangunan jangka menengah Provinsi Aceh tahun 2012-2017, disebutkan bahwa wilayah selatan Aceh tersebut menjadi wilayah pembangunan sektor agrowisata.
“Jadi, ini peluang yang mestinya disadari oleh Pemerintah Aceh Selatan untuk mengembangkan sektor pertanian dan pariwisata,” ujarnya.
Begitupula halnya jika dilihat pembagian zona di Aceh Selatan, kata Hariyadi, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh Selatan tahun 2013-2018, dimana zona pengembangan wisata di Kabupaten tersebut titiknya di Kecamatan Samadua dan Kecamatan Tapaktuan.
“Apakah kepala dinas terkait tidak memahami itu, kita juga tidak mengerti. Namun realita yang terjadi, jangankan untuk melakukan pengembangan lokasi objek wisata yang baru, wisata yang sudah berkembang seperti Kolam Aroya, Air Dingin dan Wisata Panjupian saja terkesan tidak terkelola dengan baik,” katanya.
Yang sangat menyedihkan, ungkap Hariyadi, yang menonjol diluar itu, justru terkait musibah yang menelan korban jiwa di wisata Tapak yang seakan menjadi bencana musiman. Padahal seharusnya hal sedemikian rupa bisa diantisipasi jika manajemen dan tata kelola objek wisata oleh pemerintah optimal.
“Belum lagi kondisi pelayanan birokrasi di instansi terkait yang cenderung lambat loading dan dipersulit,” ujarnya.









Discussion about this post