MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Komite I DPD RI membentuk Panitia Kerja di bidang Pertanahan dan Tata Ruang, guna penyelesaikan konflik pertanahan dan tata ruang yang menjadi salah satu isu serius.
Fachrul Razi anggota DPD RI bertemu langsung denggan Gubernur Aceh untuk mendapatkan masukan terkait pertanahan dan tata ruang di Provinsi Aceh.
Fachrul Razi mengaku, akan memperjuangkan agar dalam usulan revisi Undang-undang Pertanahan hendaknya memberikan ruang kepada UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh.
“Untuk masalah pertanahan Pemerintah Pusat sudah menerbitkan Perpres Nomor 23 tahun 2015 tentang penetapan Badan Pertanahan Aceh (BPA) dan Badan Pertanahan Kabupaten/Kota,” kata Fachrul Razi, Rabu, 11 November 2015, di Banda Aceh.
Untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait dengan Pertanahan dan Tata Ruang, Senator Fachrul Razi mengadakan Rapat Dengar Pendapat di aula Fakultas Hukum Unsyiah. Dalam rapat tersebut semua instansi pemerintahan yang menangani pertanahan dan tata ruang dilibatkan, selain akademisi juga elemen masyarakat sipil ikut dilbatkan.
“Keterlibatan semua elemen dianggap penting untuk mencari solusi yang konferehensif terhadap permasalahan yang ada, ini untuk kepentingan kita semua,” tambah senator asal tersebut .
Terkait penataan ruang di Aceh, selama ini sudah diatur dalam Qanun Aceh No 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Aceh. Qanun tersebut sudah mendapat koreksi dari Kementrian Dalam Negeri, sehingga sudah dapat diterapkan sesuai dengan ketentuanya.
Kehadiran Qanun No.19 Tahun 2013 sudah sesuai dengan pasal 142 UU. No 11 Tahun 2006 menyatakan perencanaan, penetapan dan pemamfaatan tata ruang Aceh didasarkan pada kekhususan Aceh dan saling keterkaitan dengan tata ruang nasional dan tata ruang kabupaten.
Pemerintah Aceh juga punya wewenang dalam perencanaan, pengaturan dan penetapan pemanfaatan tata ruang lintas kabupaten.
Dengan hadirnya Qanun Aceh dan Perpres No. 23 Tahun 2015 maka Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kab/Kota harus segera menyelesaikan sengketa pertanahan dan tata ruang yang ada, apalagi selama ini konflik tanah banyak melibatkan masyarakat.
Saat ini ada beberapa persoalan tanah yang harus segera diselesaikan seperti sengketa tanah antara masyarakat Lhoknga dengan PT. SAI, konflik masyarakat Aceh Tamiang dengan PT. Rapala.
Selain itu sengketa masyarakat Bireun dengan PT. Syaukat. Semua konflik tersebut melibatkan pihak perusahaan yang sampai kini belum adanya titik belum ada solusi.
“Kita menyangkan PT. Rapala yang mendapat izin operasi dari pemerintah, diketahui perusahaan tersebut bukan perusahaan yang bebas dari masalah. Oleh karena itu kita mendesak Pemerintah Aceh untuk segera menyelesaikan,” ujarnya
Discussion about this post