BANDA ACEH – Kepala Satpol PP/WH Aceh, Bukhari mengakui terdapat lima alasan mengapa lembaga itu mendapat citra sangat negatif di tengah-tengah masyarakat. Hal itu disampaikan Bukhari pada pembukaan rapat Fasilitasi Pencitraan Satpol PP yang digelar di Hotel De Pade, Lampeneurut, Aceh Besar, Senin (2/11) kemarin.
“Pertama, sering berlaku semena-mena terhadap warga. Akibatnya muncul antipasti masyarakat terhadap Satpol PP,” kata Bukhari.
Alasan kedua, Satpol PP dinilai suka menggusur Pedagang Kaki Lima dengan kekerasan, sehingga mereka menganggap Satpol PP sebagai musuh yang harus dilawan.
“Karena dianggap musuh, maka PKL melakukan perlawanan dengan kekerasan ketika dilakukan penertiban, sehingga selalu terjadi bentrokan fisik antara PKL dan Satpol PP,” katanya.
Alasan ketiga, Satpol PP sering berlaku brutal dan suka main pukul saat melakukan penertiban.
“Keempat, Satpol PP dinilai arogan, sombong dan tidak manusiawi. Hal itu tercermin dari contoh reaksi masyarakat dalam kasus kerusuhan koja 14 april 2010 yang dipicu oleh rencana eksekusi tanah kawasan makam Mbah Priok yang ada di dalam area terminal peti kemas tanjung priok. tindakan ini ditentang oleh warga yang kemudian berubah menjadi bentrokan antara warga dengan Satpol PP,” kata dia
Alasan kelima, masyarakat sudah telanjur antipati kepada Satpol PP. Sehingga apapun yang dilakukan Satpol PP selalu dinilai negatif.
Menyebarnya ketidak-sukaan masyarakat terhadap Satpol PP, juga dinilai berkaitan dengan pemberitaan media yang terkadang memojokkan Satpol PP.
Untuk itu, menurut Bukhari, Satpol PP perlu melakukan setidaknya dua langkah untuk merubah sudut pandang masyarakat terhadap lembaga itu.
Pertama, pembenahan internal satpol pp yang meliputi perubahan cara berpikir pimpinan dan seluruh anggota Satpol PP. Perubahan pendekatan dari pendekatan fisik kepada pendekatan kemanusiaan dengan lobby, silaturrahim, dialog, perundingan dan sebagainya, serta perubahan budaya.
“Dampak positif yang bakal dicapai dari perubahan mindset serta cara pendekatan dalam menegakkan perda dan pergub, akan melahirkan budaya baru yang jauh dari praktik kekerasan dalam melaksanakan tugas Satpol PP.”
kedua, pembenahan eksternal yaitu pemberian penyadaran dan ketaatan hukum kepada masyarakat. Menurut Bukhari seringnya terjadi bentrokan fisik antara warga dengan Satpol PP, tidak bisa sepenuhnya disalahkan Satpol PP.
“Hal tersebut banyak disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat,” katanya.
Acara yang berlangsung sejak 2 hingga 4 November itu dihadiri seluruh petingi Satpol PP/WH Kabupaten dan Kota seluruh Aceh. []
Discussion about this post