MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cage mengatakan, untuk memperingati hari damai Aceh yang ke 15, seharusnya bendera bintang bulan dikibarkan, bukan tour moge.
Ia mengatakan, Wali Nanggroe, Tgk Malik Mahmud Al-Haytar dan Ketua KPA Pusat, Muzakir Manaf atau Mualem telah berusaha memperjuangkan sampai bertemu dengan presiden di Jakarta agar bendera tersebut bisa dikibarkan di Aceh sesuai Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dan launchingnya direncanakan pada momen 15 Agustus 2020.
“Namun sayangnya hal ini tidak didukung oleh Plt Gubernur Aceh sebagai pelaksana aturan qanun, seharusnya di hari perdamaian kali ini gubernur berdiri disamping wali untuk mengibarkan bendera bintang bulan dan merah putih sesuai juknis qanun tersebut,” kata Azhari Cage, Rabu 12 Agustus 2020.
Azhari menjelaskan, pengibaran bendera ini mengandung makna perdamaian, seperti penandatanganan pertama di Helsinki.
“Kalau dulu bisa berdampingan, kenapa sekarang tidak? Kalau di dalam MoU dan UUPA, serta Qanun Aceh jelas disebutkan tentang bendera, tapi kenapa agendanya tidak ada dalam peringatan damai?,” kata Azhari.
Ia menambahkan, seharusnya Kepala Badan Reintegrasi Aceh (BRA) bersama Plt Gubernur mengagendakan acara tersebut di hari damai.
“Ini malah tour moge yang tidak ada hubungannya dengan MoU, jangan lah menari di atas darah yang pernah tumpah di bumi Aceh. Kegiatan hari damai seperti ini sangat menyakit para janda, para anak syuhada dan mantan kombatan yang masih hidup serba kekurangan, ini sangat menyakitkan,” tegas Cage.
Menurutnya, bendera bintang bulan sudah wajib dikibarkan oleh Plt gubernur dan masyarakat Aceh sesuai aturan Qanun Nomor 3 tahun 2013, karena ini adalah bendera Aceh sesuai regulasi hukum,” kata Azhari Cage.
Discussion about this post