MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Kontrak sementara pengelolaan minyak dan gas (Migas) Blok B di Aceh Utara, Aceh yang dikelola Pertamina Hulu Energi (PHE) NSB berakhir pertengahan November. Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) masih menunggu keputusan pemerintah setelah kontrak tersebut habis.
Kontrak Kerja Sama (KKS) pengelolaan minyak dan gas di Blok B, Aceh Utara dengan PT Pertamina sudah dua kali diperpanjang. Kontrak itu sebelumnya berakhir pada 3 Oktober 2019 lalu, namun karena belum ada kesepakatan perihal skema kerja sama, kontrak PT Pertamina diperpanjang selama 45 hari dan akan berakhir pada 17 November 2019.
“Kenapa diperpanjang 45 hari kerja, itu merupakan kebijakan dari Kementerian ESDM dan para tim kedua Wilayah Kerja (WK). Kemudian kami BPMA sebagai regulator telah melakukan semua tugas dan fungsi kami,” kata Deputi Perencanaan dan Operasi BPMA Teuku Muhammad Faisal kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Kamis 17 Oktober 2019.
“Saat ini kami menunggu kebijakan dari pemerintah selanjutnya dan untuk informasi saat ini menyisakan waktu 34 hari lagi,” jelasnya.
Menurutnya, Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) di Blok B sebenarnya wilayah kerja Migas yang sudah eksis. Untuk produksi ke depannya, Faisal mengaku belum mengetahuinya karena kontrak sudah mau habis masanya.
Dia mengharapkan, kontrak baru nanti akan dilanjutkan oleh PHE NSB. Hal ini untuk mempermudah semua pengelolaannya selama 20 tahun ke depan.
“Tapi karena belum ada kesepakatan antara pemerintah dalam hal ini ESDM dan Pemerintah Aceh kemudian si PHE sebagai kontraktor yang ditugaskan sementara belum bisa melakukan kelanjutannya. Apakah WK ini diberikan ke PHE NSB atau diberikan ke pihak lain,” ungkap Faisal.
BPMA selaku regulator, jelasnya, masih menunggu kebijakan dan keputusan dari pemerintah. Mereka hanya menjalan perintah dari pemerintah.
Sementara terkait skema kontrak bagi hasil yang dilakukan, Faisal mengaku menunggu keputusan dari pemerintah. Menurutnya, pihaknya akan menjalankan kebijakan apakah diterapkan skema cost recovery atau gross split.
“Memang kedua rezim ini gross split dan cost recovery ada plus minusny dan sampai saat ini kalau kita ngomong di seluruh Indonesia pemerintah sekarang sangat berkeinginan untuk kontrak berikutnya dalam rezim gross split,” katanya.
“Nah cost recovery baik dan gross split juga baik tapi saat ini pemerintah daerah kalau saya melihat lebih berminat untuk cost recovery. Kalau saya pikir itu tidak masalah tapi kembali lagi keputusan itu ada di pemerintah,” beber Faisal.[] (Detik.com)
Discussion about this post