MEDIAACEH.CO, Banda Aceh – Direktur Parameter Institute, Iqbal Ahmady, menyebutkan kemunculan kembali isu pemekaran bagi beberapa wilayah di Aceh menjelang pemilu menimbulkan sebuah pertanyaan besar.
“Isu pemekaran ini selalu berada dalam pola yang sama, memiliki siklus periodik tertentu, yang akan muncul setiap menjelang event Pemilihan Umum,” ujar Direktur Parameter Institute, Iqbal Ahmady, kepada mediaaceh.co, Rabu 26 September 2018.
Menurutnya, dalam beberapa waktu terakhir, isu pemekaran menjadi topik panas diberbagai media. Terutama setelah beberapa tokoh masyarakat dan para calon anggota legislatif yang akan maju pada Pemilu 2019 ikut ambil bagian dalam isu pemekaran.
“Mereka terlihat berlomba “berebutan panggung” isu pemekaran, dengan tujuan utamanya mendapat perhatian konstituen. Bahkan, dilapangan banyak terjadi gesekan politik karena saling klaim siapa paling besar peran dalam perjuangan pemekaran daerah tersebut,” sebut Iqbal.
Parameter Institute dalam mini risetnya, menemukan beberapa point penting dalam mengevaluasi pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), yang mana terdapat banyak masalah dalam implementasi dan output dari kebijakan ini.
“Keputusan Pamerintah Pusat dalam hal moratorium pemekaran wilayah adalah sebuah langkah yang tepat,” katanya.
Variabel yang dipakai oleh Parameter Institute dalam melihat penting atau tidaknya pemekaran adalah: Pertama, kemudahan untuk akses pelayanan publik, yaitu memudahkan masyarakat mendapatkan hak kepengurusan administrasi kependudukan hak kesehatan dan pendidikan berkualitas yang lokasinya dekat dengan masyarakat.
Kedua, percepatan pengelolaan potensi dan pembangunan ekonomi daerah. Ketiga, terjadinya kesenjangan antar sub wilayah di daerah tersebut. Ada ketidakmerataan pembangunan yang disebabkan oleh faktor seperti letak geografis, perbedaan sosial dan budaya, dominasi satu kelompok identitas tertentu.
Data yang didapat, sejak keran pemekaran wilayah dibuka dari tahun disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah (yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004) hingga saat ini, dari kurang lebih 514 kabupaten kota DOB, 80 persen daerah mengalokasikan biaya aparaturnya itu lebih dari 70 persen dana dari APBD untuk gaji dan segala macam.
“Padahal, kondisi ideal seharusnya biaya peruntukan belanja untuk aparatur maksimal hanya 45 persen. Agar dana untuk pembangunan segala sektor serta program strategis kerakyatan lainnya bisa terakomodir dengan baik,” sebut Iqbal.
Parameter Institute menilai jika perpanjangan masa moratorium pemekaran wilayah juga menjadi pilihan bijak mengingat substansi dari pemekaran wilayah telah bergeser dari tujuan utamanya.
“Dalam kenyataannya, banyak DOB yang gagal memenuhi ekspektasi,” tambahnya.
Setidaknya, sambung Iqbal, terlihat dalam lima indikator yang dihimpun oleh Parameter Institute: Pertama, aspek kemudahan akses kepada pelayanan birokrasi, peningkatan pendidikan dan kualitas kesehatan yang masih belum terlaksana dengan baik. Kedua, aspek efisiensi anggaran. Pembiayaan yang lebih besar pasak dari pada tiang.
“Hal ini berdampak kebutuhan anggaran daerah semakin meningkat, sedangkan arus kas penerimaan tidak bisa mengimbanginya. DOB menjadi parasit yang seringkali menyusahkan daerah induknya. Mengakibatkan wilayah baru tidak maksimal pertumbuhannya dan wilayah induk juga terjerat dengan resiko defisit,” pungkasnya.
Ketiga, skema pembiayaan yang juga membebani pemerintah pusat. Akibatnya daerah otonomi baru lebih banyak tergantung dengan dana alokasi umum (DAU) dan dana perimbangan.
“Dengan agenda pemerintah saat ini, mengenjot proyek infrastruktur yang menyentuh dasar kebutuhan rakyat seperti pembangunan jalan, jembatan, pembangkit tenaga listrik dan pembangunan sejenisnya, tentu kontraproduktif dengan pembangunan gedung pemerintahan baru yang DOB butuhkan,” kata Iqbal.
Keempat, sebagian besar DOB kurang siap dengan perencanaan matang mengenai visi strategis pengembangan ekonomi dan pendapatan daerah, sehingga lemahnya kreativitas pemerintah daerah dalam menggali sumber pendapatan asli daerah (PAD), yang hanya berkutat pada pola pola tradisional, seperti perluasan obyek retribusi dan perizinan.
“Terakhir, aspek penting yang mengakibatkan kegagalan DOB adalah faktor politik, dimana sejak awal pembentukan DOB tersebut memang semata dengan kepentingan politis dan bisnis,” sebutnya.
Hal itu, kata Iqbal, karena terbukanya peluang kandidat dalam pemimpin daerah baru, legislatif baru dan banyak pejabat daerah yang baru untuk mengisi posisi penyelenggara pemerintahan.
“Selain itu, para donatur bagi isu dan perjuangan DOB biasanya berasal dari kalangan kontraktor, juga mengambil keuntungan dari proyek-proyek besar wilayah baru yang pesaingnya belum terlalu ketat,” ujarnya.
Menurutnya, banyak multiplier effect dari kalangan elit politik dan bisnis yang merasakan manfaat serta keuntungan pemekaran wilayah.
“Hal ini sangat jauh dari substansi DOB bagi masyarakat luas yang mendambakan tercipta lapangan pekerjaan baru, sehingga masyarakat memiliki kesempatan kerja dan secara langsung menambah pendapatan masyarakat,” kata Direktur Parameter Institute.
Iqbal menyimpulkan, variabel dan indikator di atas yang membuat Parameter Institute menarik kesimpulan: Pertama, mendukung moratorium pemekaran wilayah sampai dengan waktu serta kondisi yang tepat. Kedua, menganjurkan kepada tokoh masyarakat dan para calon anggota legislatif yang akan bertarung di Pemilu 2019 untuk terus-terusan mempolitisir isu pemekaran wilayah.
“Sedikit catatan bagi calon petahana, seharusnya lima tahun yang lalu adalah masa perjuangan bagi pembentukan DOB, tapi kenapa isu tersebut hilang tenggelam dan sekarang baru muncul disaat mendekati tahun politik.”
“Jangan mempermainkan dagelan kepentingan sesaat yang jauh dari semangat memberikan pendidikan politik serta pemenuhan kebutuhan substantif bagi konstituen,” sambung Iqbal.
Dan jikapun pembentukan DOB memang kebutuhan yang mendesak dari suatu wilayah, maka tuntutan pemekaran wilayah tersebut harus benar-benar dilandasi oleh niat yang luhur untuk mensejahterakan masyarakat, dengan mempertimbangkan aspek kemamfaatan bagi rakyat.
“Bukan hanya untuk menambah terbukanya peluang jabatan politis baru yang justru hanya membebani anggaran negara. Jangan menjadikan isu pemekaran hanya sebagai cendawan di musim hujan,” kata Iqbal Ahmady.[]
Discussion about this post